September Diramal Deflasi, Saham-saham Konsumer Babak Belur!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 September 2019 11:09
September Diramal Deflasi, Saham-saham Konsumer Babak Belur!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham konsumer gencar dilego investor pada perdagangan hari ini, Senin (30/9/2019). Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi terkoreksi 0,54%, menjadikannya sektor dengan kontribusi negatif terbesar ketiga bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah indeks sektor jasa keuangan yang melemah 0,75% dan indeks sektor industri dasar yang ambruk 1,16%.

Aksi jual atas saham-saham konsumer mendorong IHSG selaku indeks saham acuan di Indonesia terkoreksi 0,62% ke level 6.158,36.

Saham-saham konsumer yang banyak dilepas pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,6%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,22%), PT Kimia Farma Tbk/KAEF (-1,03%), PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-0,88%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,21%).

Saham-saham konsumer dilepas seiring dengan kekhawatiran yang menyelimuti rilis angka inflasi periode September 2019. Data ini akan dirilis esok hari (1/10/2019) oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan pada bulan September justru terjadi deflasi sebesar 0,15% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) diproyeksikan berada di level 3,52%.

Jika benar ada deflasi pada bulan lalu, maka akan menandai deflasi pertama sejak bulan Februari.


Memang, ada beberapa hal yang bisa menjelaskan terjadinya deflasi seperti kehadiran musim panen, turunnya harga emas dunia, hingga apresiasi rupiah.

Sepanjang bulan September (hingga penutupan perdagangan hari Jumat, 27/9/2019), rupiah tercatat menguat 0,14% melawan dolar AS di pasar spot. Saat rupiah menguat, harga produk impor akan menjadi lebih murah sehingga berkontribusi menciptakan deflasi.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Mempertegas Lemahnya Daya Beli?

Namun begitu, dikhawatirkan bahwa adanya deflasi justru mempertegas lemahnya daya beli masyrakat Indonesia. Sebelumnya pada periode Agustus 2019, BPS mencatat terjadi inflasi 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,49%.

Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.

Rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang relatif rendah. Apalagi, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga ditunjukkan oleh indikator lain.

Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) pada bulan lalu, penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.

Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.

Sebagai catatan, sudah sedari Mei 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular