Rupiah Sempat Perkasa, Tapi Kok Lemas Lagi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 September 2019 08:41
Rupiah Sempat Perkasa, Tapi Kok Lemas Lagi?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di perdagangan pasar spot pagi hari ini. Akan tetapi, penguatan tersebut ternyata fana belaka.

Pada Senin (30/9/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.150 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Namun, beberapa saat kemudian apresiasi rupiah yang tipis itu habis. Pada pukul 08:14 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.160, sama persis dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu alias stagnan.

Rupiah sudah tidak lagi menguat. Sementara di Asia, sebagian besar mata uang utama Asia berhasil terapresiasi di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya dolar Hong Kong, yen Jepang, dan dolar Taiwan yang masih melemah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:10 WIB:

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Dari dalam negeri, setidaknya ada dua faktor yang membuat langkah rupiah bakal berat. Pertama, hari ini adalah hari terakhir kuartal III. Biasanya pada penghujung kuartal kebutuhan valas korporasi sedang tinggi karena adanya pembayaran impor, utang, dividen, dan sebagainya.

Kebutuhan valas yang tinggi ini tentu akan menekan nilai tukar rupiah. Pelaku pasar perlu mewaspadai risiko tekanan ini.

Kedua, kemungkinan aksi demonstrasi masih akan berlangsung hari ini. Isu yang dibawa masih sama yaitu penolakan terhadap pelemahan KPK dan RKUHP.


Hari ini, 30 September 2019, adalah hari terakhir masa bakti DPR periode 2014-2019. Besok, 1 Oktober, akan dilantik para anggota DPR periode 2019-2024. Sidang paripurna pamungkas DPR 2014-2019 akan dijadikan momentum bagi mahasiswa dan berbagai elemen massa untuk menyuarakan berbagai tuntutan mereka.

Seperti pekan lalu, gelombang demonstrasi bisa membuat pelaku pasar memilih wait and see. Situasi yang masih agak panas membuat investor cenderung menahan diri, dan keluar untuk sementara sembari menunggu tensi mereda.



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Akan tetapi, sejumlah mata uang Asia masih mampu bertahan di zona hijau karena data-data ekonomi yang positif, utamanya dari Korea Selatan dan Jepang. Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang melaporkan penjualan ritel pada Agustus naik 4,8% month-on-month (MoM), jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 2,3%.

Angka penjualan ritel Negeri Matahari Terbit pada Agustus juga jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yang memperkirakan tidak ada pertumbuhan alias 0%. Kenaikan 4,8% sekaligus menjadi catatan terbaik sejak Maret 2014.

Tidak cuma di Jepang, penjualan ritel di Korea Selatan pun membaik. Pada Agustus, Biro Statistik Negeri Ginseng melaporkan penjualan ritel naik 4,1% year-on-year (YoY). Padahal bulan sebelumnya penjualan ritel turun 0,3%.

Data-data ini masih bisa membuat mata uang Asia cenderung menguat. Namun entah sampai kapan, karena isu seputar hubungan AS-China siap untuk membuat pelaku pasar memilih bermain aman.

Akhir pekan lalu, tersiar kabar bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk mencoret perusahaan-perusahaan China yang melantai di bursa saham New York (Wall Street). Forced delisting ini tentu membuat hubungan kedua negara berisiko memanas lagi.


"Saya berharap kedua negara bisa menyelesaikan perselisihan dengan sikap yang tenang dan rasional. Kami percaya bahwa resolusi akan membawa manfaat bagi kedua negara dan seluruh dunia," kata Wang Shouwen, Wakil Menteri Perdagangan China, seperti diberitakan Reuters.

Rencananya AS dan China akan menggelar dialog level menteri di Washington pada 10-11 Oktober. Semoga ancaman forced delisting terhadap perusahaan China tidak membuat pertemuan ini sampai batal. Sebab kalau damai dagang AS-China menjauh dan perang dagang kembali berkobar, maka perekonomian dunia akan merasakan dampak yang serius.



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular