
Euro di Level Terlemah 28 Bulan, Trump Geram Lagi Enggak Ya?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 September 2019 19:46

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Mata uang euro rebound pada perdagangan Jumat (27/9/19), setelah mencapai level terlemah dalam 28 bulan terakhir.
Di awal perdagangan hari ini euro sempat melemah ke level US$ 1,0903 yang merupakan titik terendah sejak 12 Mei 2017, berdasarkan data Refintiv. Sementara pada pukul 19:12 WIB mata uang 19 negara ini berada di level US$ 1,0933 atau menguat 0,11%.
Kecemasan akan resesi di Eropa membuat euro jeblok dalam dua hari sebelumnya. Setelah Italia mengalami resesi pada akhir 2018, kondisi ekonomi blok 19 negara itu kembali menjadi sorotan setelah rilis data indeks aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) dari Zona Euro.
Secara keseluruhan, aktivitas bisnis di blok 19 negara tersebut mengalami pelambatan, sektor manufaktur bahkan mengalami kontraksi delapan bulan beruntun.
Setelah Italia mengalami resesi pada akhir 2018, kondisi ekonomi blok 19 negara itu kembali menjadi sorotan setelah rilis data indeks aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) dari Zona Euro. Secara keseluruhan aktivitas bisnis di blok 19 negara tersebut mengalami pelambatan, sektor manufaktur bahkan mengalami kontraksi delapan bulan beruntun.
Resesi di Jerman tentunya berdampak buruk ke negara-negara lainnya di Benua Biru. Ketika sang raksasa ekonomi sedang lesu, tentunya permintaan impor akan menjadi berkurang, ketika permintaan berkurang negara pengekspor ke Jerman akan turut mengalami pelambatan.
Jika ekonomi Zona Euro terus memburuk, maka European Central Bank (ECB) kemungkinan semakin agresif melonggarkan kebijakan moneter. Pada 12 September, ECB memangkas suku bunga deposito (deposit facility) 10 basis poin (bps) ke -0,5%, sementara main refinancing facility tetap di 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) tetap sebesar 0,25%.
Bank sentral pimpinan Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing yang sebelumnya sudah dihentikan akhir tahun lalu.
Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian Zona Euro.
Tambahan pelonggaran moneter nantinya dapat berdampak pada berlanjutnya pelemahan euro.
Pelemahan mata uang euro tidak hanya menjadi perhatian pelaku pasar, tetapi juga Presiden AS Donald Trump. Di awal bulan ini, Trump sangat geram akibat kurs euro yang anjlok melawan dolar AS. Kala itu, 1 euro dihargai US$ 1,0950.
"Penurunan euro melawan dolar AS 'Gila', memberikan mereka keunggulan kompetitif yang besar untuk ekspor dan industri manufakturnya... dan The Fed TIDAK MELAKUKAN APA-APA," kata Trump melalui akun Twitternya sebagaimana dilansir Reuters 2 September lalu.
Kurs euro yang rendah membuat produk-produk dari Zona Euro akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan meningkat yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan ekspor.
Kini kurs euro sudah lebih rendah lagi, kira-kira Trump marah gak ya?
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Di awal perdagangan hari ini euro sempat melemah ke level US$ 1,0903 yang merupakan titik terendah sejak 12 Mei 2017, berdasarkan data Refintiv. Sementara pada pukul 19:12 WIB mata uang 19 negara ini berada di level US$ 1,0933 atau menguat 0,11%.
Kecemasan akan resesi di Eropa membuat euro jeblok dalam dua hari sebelumnya. Setelah Italia mengalami resesi pada akhir 2018, kondisi ekonomi blok 19 negara itu kembali menjadi sorotan setelah rilis data indeks aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) dari Zona Euro.
Setelah Italia mengalami resesi pada akhir 2018, kondisi ekonomi blok 19 negara itu kembali menjadi sorotan setelah rilis data indeks aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) dari Zona Euro. Secara keseluruhan aktivitas bisnis di blok 19 negara tersebut mengalami pelambatan, sektor manufaktur bahkan mengalami kontraksi delapan bulan beruntun.
Resesi di Jerman tentunya berdampak buruk ke negara-negara lainnya di Benua Biru. Ketika sang raksasa ekonomi sedang lesu, tentunya permintaan impor akan menjadi berkurang, ketika permintaan berkurang negara pengekspor ke Jerman akan turut mengalami pelambatan.
Jika ekonomi Zona Euro terus memburuk, maka European Central Bank (ECB) kemungkinan semakin agresif melonggarkan kebijakan moneter. Pada 12 September, ECB memangkas suku bunga deposito (deposit facility) 10 basis poin (bps) ke -0,5%, sementara main refinancing facility tetap di 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) tetap sebesar 0,25%.
Bank sentral pimpinan Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing yang sebelumnya sudah dihentikan akhir tahun lalu.
Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian Zona Euro.
Tambahan pelonggaran moneter nantinya dapat berdampak pada berlanjutnya pelemahan euro.
Pelemahan mata uang euro tidak hanya menjadi perhatian pelaku pasar, tetapi juga Presiden AS Donald Trump. Di awal bulan ini, Trump sangat geram akibat kurs euro yang anjlok melawan dolar AS. Kala itu, 1 euro dihargai US$ 1,0950.
"Penurunan euro melawan dolar AS 'Gila', memberikan mereka keunggulan kompetitif yang besar untuk ekspor dan industri manufakturnya... dan The Fed TIDAK MELAKUKAN APA-APA," kata Trump melalui akun Twitternya sebagaimana dilansir Reuters 2 September lalu.
Kurs euro yang rendah membuat produk-produk dari Zona Euro akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan meningkat yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan ekspor.
Kini kurs euro sudah lebih rendah lagi, kira-kira Trump marah gak ya?
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Most Popular