Pak Jokowi, Jika Singapura & Hong Kong Resesi Kita Bisa Apa?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2019 15:42
Pak Jokowi, Jika Singapura & Hong Kong Resesi Kita Bisa Apa?
Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu terakhir, kata resesi begitu lekat di telinga pelaku pasar. Mulai dari AS, Jerman, Inggris, hingga Italia semuanya berpotensi mengalami yang namanya resesi.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Wajar jika resesi menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku pasar. Kala sebuah negara mengalami resesi, khususnya jika negara itu merupakan negara dengan nilai perekonomian yang besar, maka laju perekonomian dunia juga akan terganggu.

Ternyata, awan resesi tak hanya menghantui AS dan negara-negara Eropa. Negara di kawasan Asia tenggara pun tak luput dari ancaman resesi, salah satunya Singapura.

Melansir data Refinitiv, perekonomian Negeri Singa terkontraksi sebesar 3,3% pada kuartal II-2019 (QoQ annualized). Jika perekonomian di kuartal III-2019 masih terkontraksi, Singapura akan resmi mengalami resesi. 

"Dengan hubungan yang begitu erat dengan China dan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap ekspor, Singapura akan mengalami perlambatan ekonomi paling parah di kawasan ini. Kemungkinan, ekonomi Singapura akan jatuh ke resesi pada 2020 jika kondisi tidak berubah," ungkap Mark Billiington, Direktur Regional ASEAN di Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), seperti diberitakan Today Online.

Untuk diketahui, Monetary Authority of Singapore (MAS) selaku bank sentral Singapura memperkirakan perekonomian Singapura hanya tumbuh di kisaran 0-0,1% pada tahun 2019. Jika terealisasi, maka akan jauh melambat dibandingkan pencapaian pada tahun 2018 yaitu 3,1%.

Tak hanya Singapura, Hong Kong juga berada di ujung jurang resesi. Pada kuartal II-2019, perekonomian Hong Kong terkontraksi sebesar 0,4% QoQ, sangat kontras dengan kuartal I-2019 kala perekonomian Negeri Jackie Chan mampu tumbuh sebesar 1,3%. Jika perekonomian di kuartal III-2019 masih terkontraksi, Hong Kong akan resmi jatuh ke jurang resesi.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Indonesia Apa Kabar?

Lantas, kalau benar Singapura dan Hong Jatuh ke jurang resesi, Indonesia apa kabar?

Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, kala sebuah negara mengalami resesi, khususnya jika negara itu merupakan negara dengan nilai perekonomian yang besar, maka laju perekonomian dunia juga akan terganggu.

Secara nilainya, perekonomian Singapura dan Hong Kong terbilang besar. Walaupun tak sebesar AS, Jerman, Inggris, dan Italia yang semuanya juga berpotensi mengalami resesi, Singapura dan Hong Kong jelas tak bisa dianggap sepele.

Berdasarkan World Economic Outlook edisi April 2018 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Singapura merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-38 di dunia, sementara Hong Kong berada di posisi 35.

Guna melihat secara lebih detil dampak dari resesi di Singapura dan Hong Kong terhadap Indonesia, kita bisa mencermati porsi kedua negara dari total ekspor Indonesia.

Sepanjang tahun 2018, data yang kami lansir dari Trade Map menunjukkan bahwa Indonesia membukukan total ekspor barang senilai US$ 180,2 miliar. Total ekspor barang ke Singapura pada tahun 2018 adalah senilai US$ 12,99 miliar, sementara untuk ekspor barang ke Hong Kong nilainya adalah US$ 2,56 miliar.

Jika dihitung secara persentase, sebanyak 7,2% dari total ekspor barang Indonesia pada tahun 2018 dikirimkan ke Singapura dan sebanyak 1,4% dikirimkan ke Hong Kong. Jika ditotal, Singapura dan Hong Kong berkontribusi sebesar 8,6% dari total ekspor barang Indonesia, sebuah nilai yang besar. 

Selain dari kacamata ekspor, dampak dari resesi di Singapura dan Hong Kong terhadap Indonesia bisa kita nilai dari seberapa besar penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) yang datang dari kedua negara.

Ternyata, Singapura merupakan investor kelas kakap bagi Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa realisasi PMA pada tahun 2018 adalah senilai US$ 29,3 miliar, di mana sebanyak US$ 9,2 miliar atau setara dengan 31,4% berasal dari Singapura.

Tak hanya Singapura, Hong Kong pun merupakan investor kelas kakap bagi Indonesia. Pada tahun 2018, dana segar senilai US$ 2 miliar dibawa masuk ke Indonesia oleh investor asal Hong Kong. Nilai tersebut setara dengan 6,8% dari total realisasi PMA pada tahun 2018.

Jika ditotal, Singapura dan Hong Kong berkontribusi sebesar 38,2% dari total realisasi PMA di Indonesia, sebuah nilai yang sangat-sangat besar.

Jadi, ancaman resesi di Singapura dan Hong Kong benar-benar tak bisa dipandang sebelah mata oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan seluruh pembantunya di Kabinet Kerja. Dibutuhkan langkah-langkah konkret yang harus segera dieksekusi guna meminimalisir dampak dari guncangan ekonomi di Singapura dan Hong Kong.

Pada kondisi saat ini, Indonesia memang masih amat jauh dari yang namanya resesi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,2% secara kuartalan pada kuartal II-2019.

Namun, kalau resesi di Singapura dan Hong Kong benar terjadi dan Indonesia tidak mengambil langkah-langkah yang ampuh guna meminimalisir dampaknya, bukan tak mungkin perekonomian Indonesia akan mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, khususnya jika negara-negara dengan nilai perekonomian raksasa seperti AS, Jerman, Inggris, dan Italia ikut jatuh ke jurang resesi.

Ketika perekonomian Indonesia mengalam hard landing, tentulah pasar saham tanah air akan kian merana. Sepanjang tahun 2018 (hingga penutupan perdagangan kemarin, 26/9/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia hanya mampu menguat tipis yakni sebesar 0,58%.

Kinerja IHSG kalah jauh dari indeks saham acuan di negara-negara tetangga. SETi misalnya selaku indeks saham acuan di Thailand, membukukan kenaikan sebesar 4,66% di sepanjang tahun ini. Sementara itu, VN-Index selaku indeks saham acuan di Vietnam mampu melesat 11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular