Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memanas dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan gelombang demo yang terjadi di berbagai daerah terkait dengan beberapa isu. Situasi panas politik dalam negeri ini turut mempengaruhi pasar keuangan domestik.
Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dipersulit dan dibatasinya penyadapan, dibatasinya sumber rekrutmen penyelidik dan penyidik, dan penuntutan perkara korupsi yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung merupakan poin-poin yang meresahkan hati banyak pihak.
Aksi demo besar-besaran digelar di depan Gedung DPR yang salah satu tujuannya adalah memprotes pengesahan revisi UU KPK. Demo ini berlangsung dengan ricuh ketika pagar gedung DPR dijebol oleh mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Tak hanya di Jakarta, aksi serupa bisa didapati dari Sumatera sampai Papua.
Sebelum bertemu dengan sejumlah tokoh nasional Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memantapkan hati untuk tidak merevisi UU KPK yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada pekan lalu. Meski ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai penjuru di Indonesia dan salah satu tuntutannya adalah merevisi UU KPK, Jokowi tetap bertahan pada sikapnya.
"Enggak ada," kata Jokowi saat ditanya oleh pewarta soal rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait KPK, Senin (23/9/2019).
Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus ngotot ingin mengesahkan RUU KUHP di penghujung masa jabatannya, walaupun sejatinya Jokowi telah meminta agar DPR periode ini tidak mengesahkan RUU tersebut seiring dengan banyaknya penolakan dari kalangan masyarakat.
Wajar jika RUU KUHP mendapatkan penolakan dari kalangan masyarakat. Pasalnya, banyak pasal yang dinilai janggal di dalamnya, seperti pasal penghinaan presiden, pasal aborsi, dan pasal pengenaan denda untuk gelandangan.
Ambil contoh pasal pengenaan denda untuk gelandangan. Jika RUU KUHP disahkan, gelandangan bisa didenda maksimal Rp 1 juta. Untuk pasal aborsi, pasal yang dianggap meresahkan adalah pasal 470 dan 471 karena dinilai diskriminatif terhadap korban pemerkosaan. Dikhawatirkan, seorang wanita korban pemerkosaan bisa dipidana jika menggugurkan kandungannya.
Selain RUU KUHP, sejumlah RUU lainnya yang meresahkan masyarakat di antaranya RUU Permsayarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Minerba.
Masalah tak berhenti di hal yang berkaitan dengan masalah legislatif. Sudah dalam beberapa waktu terakhir kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda Kalimantan dan Sumatera. Ratusan ribu warga sudah menjadi korban dengan mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat paparan asap.
Pemerintah dinilai lamban dalam menuntaskan masalah itu. Jangankan memadamkan kebakaran yang sudah berkepanjangan, pemerintah juga dinilai tak mampu mengatasi masalah pembakaran utang sampai ke akarnya.
Beralih ke Papua, sudah dalam beberapa waktu terakhir kondisi di sana memanas. Pada bulan lalu, terjadi insiden penyerbuan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Akibat insiden tersebut, sebanyak lima mahasiswa asal Bumi Cenderawasih terluka. Polisi kemudian merangsek ke dalam asrama dan mengangkut puluhan mahasiswa.
Menyusul insiden tersebut, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di Papua. Namun, banyak yang mengecam pemerintah lantaran dinilai lamban dalam menuntaskan insiden tersebut. Langkah pemerintah yang beberapa kali memblokir akses internet di Papua juga dikecam masyarakat.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 - > Jokowi Terlalu Lama Ambil Tindakan, IHSG Porak-Poranda
Untuk diketahui, biasanya pelaku pasar tak merespons dengan besar aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, aksi demonstrasi tersebut biasanya tak berlangsung lama. Namun, yang terjadi kali ini berbeda. Sudah begitu lama suara rakyat tak didengar dan gelombang demonstrasi di seantero negeri tak bisa dibendung lagi.
Setelah demo berlarut-larut, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil tindakan. Jokowi akhirnya berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan hasilnya, sebagian permintaan demonstran dipenuhi yakni dengan membatalkan pengesahan RUU KUHP dan tiga RUU kontroversial lain.
Kepastian pembatalan pengesahan empat RUU tersebut datang pada hari Selasa (24/9/2019) dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Empat RUU yang dibatalkan pengesahannya adalah RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.
Kemudian kemarin (26/9/2019), Jokowi menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh bangsa dari berbagai elemen di Istana Kepresidenan. Pasca menggelar pertemuan, Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu untuk UU KPK yang sangat kontroversial.
"Ya tentu ini akan kita segera hitung kalkulasi dan nanti setelah kita putuskan akan kami sampaikan pada senior dan guru-guru saya yang hadir," kata Jokowi.
Namun bagi pasar saham, nasi sudah menjadi bubur. Investor, terutama investor asing, sudah berbondong-bondong menarik dananya keluar dari pasar saham tanah air. Terhitung dalam periode 12 September-25 September (10 hari perdagangan), investor asing selalu membukukan jual bersih di pasar reguler. Jika ditotal, nilai jual bersih investor asing dalam 10 hari tersebut mencapai Rp 5,1 triliun.
Kemarin, investor asing memang mencatatkan beli bersih di pasar reguler, namun nilainya terbilang minim yakni senilai Rp 218,4 miliar. Pada hari ini, Jumat (27/9/2019), investor asing sudah keluar lagi dari pasar saham Indonesia. Hingga pukul 11:00 WIB, nilai jual bersih investor asing di pasar reguler adalah Rp 149,3 miliar. Aksi jual investor asing pada hari ini mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia melemah 0,37% ke level 6.207,53.
Jika dihitung dalam periode 12 September hingga 26 September, IHSG melemah hingga 2,38%. Sejatinya, mayoritas indeks saham acuan dari negara-negara Asia lainnya juga melemah pada periode tersebut. Namun, koreksi IHSG menjadi yang keempat terdalam.
Bagi pelaku pasar, ketidakpastian memang merupakan salah satu ‘musuh’ utama sehingga wajar jika mereka ‘menghukum’ pasar saham tanah air.
Kedepannya, pasar saham Indonesia juga masih berada dalam posisi yang riskan. Kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak mentah-mentah ajakan Jokowi untuk bertemu pada hari ini.
Kalangan mahasiswa menganggap, yang dibutuhkan saat ini bukanlah pertemuan melainkan sikap tegas kepala negara dalam memenuhi tuntutan dan aspirasi kalangan mahasiswa.
"Kami rasa tuntutan yang diajukan telah tersampaikan secara jelas di berbagai aksi dan jalur media. Sehingga sejatinya yang dibutuhkan bukanlah sebuah pertemuan, melainkan tujuan kami adalah sikap tegas bapak Presiden memenuhi tuntutan," tulis keterangan resmi BEM SI.
Mahasiswa menilai bahwa aspirasi yang disuarakan selama ini berasal dari kantung kegelisahan masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang disebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat luas.
Selama ini, suara mahasiswa pun dianggap tidak banyak dipertimbangkan dalam proses pembuatan kebijakan negara. Hal ini mendorong mahasiswa datang kepada pemerintah menuntut ruang partisipasi bagi suara mahasiswa.
"Dalam sejarah lima tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, ruang dialog dengan pemerintah sangat terbatas. Aliansi BEM SI pernah diundang ke Istana Negara satu kali pada 2015," tulis keterangan resmi BEM SI.
"Akan tetapi, undangan tersebut di ruang tertutup. Hasilnya jelas, gerakan mahasiswa terpecah. Kami belajar dari proses ini, dan tidak ingin menjadi alat permainan pengusaha yang sedang krisis legitimasi publik."
Semoga Jokowi bisa bertindak cepat untuk menyelesaikan seluruh masalah yang ada. Sudah terlambat memang, kericuhan sudah terjadi di mana-mana, pasar saham sudah porak-poranda, dan korban jiwa sudah berjatuhan.
But still, better late than never….
TIM RISET CNBC INDONESIA