Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (26/9/19). Dengan demikian sah sudah Mata Uang Garuda terus melemah empat hari beruntun alias tidak pernah mencicipi zona hijau di pekan ini.
Rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.175/US$, melemah 0,21% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Total dalam empat hari pelemahan rupiah sebesar 0,89%.
Membuka perdagangan hari ini, rupiah stagnan di level US$ 14.145/US$, dalam perjalanannya hari ini rupiah terus tertahan di zona merah, meski sempat mencicipi penguatan sangat tipis di level Rp 14.143/US$.
Tekanan terhadap rupiah semakin menguat selepas makan siang, padahal sebelumnya masih anteng di level Rp 14.145/US$ alias stagnan. Depresiasi semakin terakselerasi menjelang perdagangan dalam negeri berakhir, dan rupiah harus rela menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia hari ini.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hanya yen Jepang yang berhasil menguat 0,14% hingga pukul 16:00 WIB, disusul dengan peso Filipina yang menguat tipis 0,04%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sejak awal pekan, rupiah langsung mendapat sentimen negatif dari demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah di Indonesia selama dua hari.
Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat sipil menyuarakan aspirasi seputar penolakan terhadap RUU KUHP, RUU Pertanahan, pelemahan KPK, kebakaran hutan dan lahan, penanganan konflik Papua, dan sebagainya.
Saat situasi sosial-politik-keamanan sedang kurang kondusif, pelaku pasar tentu merasa kurang nyaman. Investor tentu lebih memilih bersikap wait and see atau memutuskan untuk keluar dulu sembari menunggu situasi tenang kembali.
Sejak Rabu kemarin, situasi di dalam negeri mulai tenang, tetapi munculnya rencana pemakzulan Presiden AS Donald Trump membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk, bursa saham berguguran, serta memberikan tekanan ke rupiah.
Kala sentimen pelaku pasar memburuk, aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi akan dihindari, dan aset-aset aman (safe haven) menjadi investasi favorit.
Sepanjang sejarah AS, ada tiga kali proses pemakzulan dan belum pernah ada Presiden yang dilengserkan dari jabatannya. Andrew Johnson dan Bill Clinton merupakan dua presiden yang pernah mengalami proses pemakzulan, tetapi mereka tetap menduduki jabatannya sebagai Presiden AS hingga akhir masa jabatan.
Ada lagi Richard Nixon yang mengalami proses sama akibat skandal Watergate tapi Nixon mengundurkan diri sebelum proses pemakzulan masuk ke tahap voting.
Proses pemakzulan yang diinisiasi oleh DPR AS nantinya di-voting oleh Senat. Partai Republik yang merupakan partainya Donald Trump masih menguasai Senat AS sehingga kemungkinan Trump lengser dari jabatannya cukup kecil.
Hal tersebut membuat proses pemakzulan Trump tidak terlalu berdampak ke pasar pada hari ini, justru ada kabar bagus yang dilontarkan Presiden AS ke-45 tersebut yang membuat sentimen pelaku pasar membaik.
Trump mengatakan kesepakatan dagang dengan China akan segera terjadi, bahkan lebih cepat dari perkiraan pasar.
"Mereka (China) ingin membuat kesepakatan, dan itu bisa terjadi lebih cepat dari yang Anda duga. Saya bersikap baik kepada mereka, dan kami melakukan pembicaraan yang positif. China mulai membeli kembali produk agrikultur kami seperti daging sapi dan babi, banyak sekali daging babi," ungkap Trump di New York, seperti diberitakan Reuters.
Selain dengan China, Trump juga mengatakan sudah mencapai kesepakatan awal dengan Jepang.
Bursa saham menghijau mendengar ucapan Trump, sentimen pelaku pasar membaik dan seharusnya bisa mendongkrak kinerja rupiah.
Sayangnya, giliran dolar AS yang menghadang Mata Uang Garuda. The greenback sedang perkasa sejak Rabu kemarin. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam, kemarin menguat 0,71% dan hari ini menguat 0,06%. Posisi saat ini juga tidak jauh dari 99,37 yang merupakan titik terkuat lebih dari dua tahun terakhir yang dicapai pada 3 September lalu, hal ini membuat dolar sangat perkasa di Asia.
Apa daya, upaya rupiah untuk bangkit masih terus mendapat hambatan di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA