
Situasi Politik Mulai Dingin, IHSG Melesat 1,37%

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+3,19%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+2,11%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,32%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,9%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+3,08%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,13%, indeks indeks Hang Seng terkerek 0,37%, dan indeks Kospi bertambah 0,05%.
Sementara itu, IHSG memang menguat kemarin, namun tipis saja yakni sebesar 0,14%. Apresiasi IHSG pada perdagangan kemarin terjadi seiring dengan lonjakan yang terjadi pada menit-menit akhir perdagangan.
Pada perdagangan kemarin, bursa saham Asia diterpa tekanan jual seiring dengan perekonomian China yang ternyata sedang babak belur. Menurut Beige Book yang dipublikasikan kemarin, perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.
Harga jual di tingkat pabrik tercatat telah berhenti naik pada bulan Juni, sebelum kemudian jatuh pada bulan Juli dan Agustus. Kejatuhan harga jual ini kemudian menekan penjualan dan laba bersih, yang pada akhirnya akan membatasi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk melakukan investasi dan memenuhi kewajiban utangnya.
Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.
Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agsutus hingga pertengahan September.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang AS-China Bisa Datang Lebih Cepat
Selain karena koreksi yang sudah terjadi pada perdagangan kemarin, aksi beli juga dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan asa damai dagang AS-China yang kian terasa. Kemarin waktu setempat, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa datang lebih cepat “dari yang Anda pikirkan,” dilansir dari CNBC International.
Komentar dari Trump ini lantas melengkapi sentimen positif terkait dengan perkembangan hubungan AS-China di bidang perdagangan. Sebelumnya, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa China kini tengah bersiap untuk meningkatkan pembelian daging babi asal AS.
Saat ini, perusahaan-perusahaan asal China telah menanyakan harga kepada eksportir daging babi asal AS seperti Smithfield Foods dan Tyson Foods, seperti dilansir oleh Bloomberg dari sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Hingga saat ini, volume pembelian belum difinalisasikan, namun sumber tersebut menyebut bahwa jumlahnya bisa jadi berada di kisaran 100.000 ton, di mana sebagian akan dialokasikan untuk keperluan cadangan.
Sejatinya, pembelian daging babi asal AS dengan volume yang lebih besar tersebut datang kala China selaku negara konsumen daging babi terbesar dunia memang membutuhkan pasokan tambahan. Pada tahun ini, harga daging babi di China telah meroket lebih dari 70% seiring dengan merebaknya wabah flu babi Afrika.
Namun, keputusan dari China ini juga dipandang sebagai etikat baik dari Beijing menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antar kedua negara yang rencananya akan digelar sekitar tanggal 10 Oktober.
Kesepakatan dagang AS-China memang menjadi kunci bagi kedua negara untuk menghindari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Kala AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari hard landing, pastilah perekonomian negara-negara lain bisa dipacu untuk melaju di level yang tinggi.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Indonesia Sudah ‘Dingin’
Dari dalam negeri, kondisi Indonesia yang sudah ‘dingin’ ikut menajdi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham tanah air. Seperti yang diketahui, dalam beberapa waktu terakhir gelombang demonstrasi terjadi di berbagai kota di Indonesia terkait dengan beberapa isu.Isu-isu yang dimaksud di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang belum lama ini sudah disahkan oleh parlemen. Disahkannya revisi UU KPK dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya yang sistematis untuk melemahkan posisi KPK, sebuah lembaga yang memiliki rekam jejak oke dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dipersulit dan dibatasinya penyadapan, dibatasinya sumber rekrutmen penyelidik dan penyidik, dan penuntutan perkara korupsi yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung merupakan poin-poin yang meresahkan hati banyak pihak.
Pada hari Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019), aksi demo besar-besaran digelar di Gedung DPR yang salah tujuannya adalah memprotes pengesahan revisi UU KPK. Tak hanya di Jakarta, aksi serupa bisa didapati dari Sumatera sampai Papua. Kemarin, aksi demo kembali terjadi di Gedung DPR, melibatkan pelajar setingkat SMA.
Selain revisi UU KPK, aksi demo juga digelar guna menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sejumlah RUU lainnya yang juga meresahkan masyarakat di antaranya adalah RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Minerba.
Kondisi di tanah air yang kini sudah relatif kondusif membuat optimisme dari investor untuk memburu saham-saham di tanah air menjadi membuncah, termasuk investor asing.
Sebagai informasi, terrhitung dalam periode 12 September-25 September (10 hari perdagangan) investor asing selalu membukukan jual bersih di pasar reguler. Jika ditotal, nilai jual bersih investor asing dalam 10 hari tersebut mencapai Rp 5,1 triliun.
Pada perdagangan hari ini, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 218,4 miliar di pasar reguler.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 390,5 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 78 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 76,1 miliar), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 32,5 miliar), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (Rp 30,9 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
