
Situasi Politik Mulai Dingin, IHSG Melesat 1,37%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 September 2019 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini, Kamis (26/9/2019), dengan apresiasi sebesar 0,36% ke level 6.168,67, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak sekalipun merasakan pahitnya zona merah. Per akhir sesi dua, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melejit 1,37% ke level 6.230,33.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+3,19%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+2,11%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,32%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,9%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+3,08%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,13%, indeks indeks Hang Seng terkerek 0,37%, dan indeks Kospi bertambah 0,05%.
Koreksi yang sudah terjadi pada perdagangan kemarin (25/9/2019) membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli pada hari ini. Pada perdagangan kemarin, indeks Nikkei ditutup turun 0,36%, indeks Hang Seng anjlok 1,28%, dan indeks Kospi berkurang 1,32%.
Sementara itu, IHSG memang menguat kemarin, namun tipis saja yakni sebesar 0,14%. Apresiasi IHSG pada perdagangan kemarin terjadi seiring dengan lonjakan yang terjadi pada menit-menit akhir perdagangan.
Pada perdagangan kemarin, bursa saham Asia diterpa tekanan jual seiring dengan perekonomian China yang ternyata sedang babak belur. Menurut Beige Book yang dipublikasikan kemarin, perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.
Harga jual di tingkat pabrik tercatat telah berhenti naik pada bulan Juni, sebelum kemudian jatuh pada bulan Juli dan Agustus. Kejatuhan harga jual ini kemudian menekan penjualan dan laba bersih, yang pada akhirnya akan membatasi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk melakukan investasi dan memenuhi kewajiban utangnya.
Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.
Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agsutus hingga pertengahan September.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang AS-China Bisa Datang Lebih Cepat
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+3,19%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+2,11%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,32%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,9%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+3,08%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,13%, indeks indeks Hang Seng terkerek 0,37%, dan indeks Kospi bertambah 0,05%.
Sementara itu, IHSG memang menguat kemarin, namun tipis saja yakni sebesar 0,14%. Apresiasi IHSG pada perdagangan kemarin terjadi seiring dengan lonjakan yang terjadi pada menit-menit akhir perdagangan.
Pada perdagangan kemarin, bursa saham Asia diterpa tekanan jual seiring dengan perekonomian China yang ternyata sedang babak belur. Menurut Beige Book yang dipublikasikan kemarin, perekonomian China pada kuartal III-2019 berada di posisi terlemahnya selama tahun 2019. Lemahnya perekonomian China terjadi seiring dengan adanya kontraksi di sektor manufaktur dan jasa.
Menurut laporan tersebut, lemahnya perekonomian China pada saat ini utamanya disebabkan oleh aktivitas di sektor manufaktur yang tak bergairah. Laporan tersebut kemudian memaparkan bahwa penjualan dari perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, laba bersih, volume penjualan, dan harga jual jatuh hingga dua digit jika dibandingkan dengan kuartal II-2019.
Harga jual di tingkat pabrik tercatat telah berhenti naik pada bulan Juni, sebelum kemudian jatuh pada bulan Juli dan Agustus. Kejatuhan harga jual ini kemudian menekan penjualan dan laba bersih, yang pada akhirnya akan membatasi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk melakukan investasi dan memenuhi kewajiban utangnya.
Sementara itu, sektor jasa tercatat terus-menerus membukukan pelemahan, dengan penjualan dan laba bersih pada kuartal III-2019 jatuh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Rekrutmen karyawan melambat, mengindikasikan bahwa jika sektor manufaktur harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar, sektor jasa tak memiliki kapasitas untuk menyerapnya.
Untuk diketahui, Beige Book disusun berdasarkan wawancara dengan lebih dari 3.300 perusahaan di China. Periode wawancara untuk Beige Book edisi terbaru ini adalah pertengahan Agsutus hingga pertengahan September.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang AS-China Bisa Datang Lebih Cepat
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular