
Demo di Mana-mana, Rupiah Jadi Merana
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 September 2019 17:38

Akhir pekan lalu, kabar negosiator dari China yang sedang berada di AS membatalkan kunjungan ke wilayah pertanian di Nebraska dan langsung kembali ke China.
Batalnya kunjungan ke pertanian tersebut menimbulkan tanda tanya, apakah China batal membeli produk pertanian AS atau hanya mempersingkat rencana di AS.
Namun, batalnya kunjungan delegasi China ke wilayah pertanian ternyata memang diminta oleh AS. Bukan karena hasil perundingan dagang yang buruk.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh Menteri Perdagangan China yang mengatakan pada pekan lalu diskusi AS dan China mengenai ekonomi dan dagang berlangsung "konstruktif", dan kedua negara sepakat untuk tetap mempertahankan hubungan, sebagaimana dilansir CNBC International.
Kabar bagus dari AS-China tersebut belum mampu mengangkat performa rupiah pada perdagangan hari ini.
Investor kemungkinan mencemaskan gaduh politik dan kerawanan keamanan dalam negeri, yang membuat rupiah tertekan. Aksi demo hari ini yang direncanakan ada di Jakarta dan Yogyakarta kini semakin meluas.
Di Jakarta, rencananya aksi massa akan terjadi di gedung DPR RI pada 23-24 September. Sementara di Yogyakarta, aksi massa akan dipusatkan di daerah Gejayan.
Selain itu mahasiswa dari sejumlah daerah di Tanah Air juga menggelar aksi yang sama. Mengutip laporan CNN Indonesia dan Detik.com, aksi digelar di Kota Bandung (Jawa Barat), Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Kota Makassar (Sulawesi Selatan).
Saat situasi sosial-politik-keamanan sedang kurang kondusif, pelaku pasar tentu merasa tidak nyaman. Akhirnya ada saja yang memutuskan untuk keluar dulu sembari menunggu situasi tenang kembali.
Selain situasi dalam negeri, rupiah juga terbebani kenaikan harga minyak mentah. Hingga sore ini, harga minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) masing-masing menguat sekitar 1%.
Kenaikan harga minyak mentah disebabkan oleh situasi Timur Tengah yang masih saja panas. Serangan terhadap ladang minyak milik Saudi Aramco berbuntut panjang, dan bahkan bisa menyulut Perang Teluk Jilid III.
Akhir pekan lalu, AS memutuskan untuk menambah personel militer di Timur Tengah. Tujuannya memang bukan untuk perang, tetapi untuk memberikan efek jera alias menggertak.
"Misi kami adalah menghindari perang. Kalau Anda mendengar pernyataan Menteri Esper (Mark Esper, Menteri Pertahanan AS), maka tujuan kami menambah pasukan di wilayah tersebut adalah untuk memberikan efek jera dan sebagai upaya pertahanan. Kalau tidak jera juga, saya yakin Presiden Trump (Donald Trump, Presiden AS) akan melanjutkan langkah-langkah lain yang dipandang perlu," papar Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, seperti diberitakan Reuters.
Kenaikan harga minyak mentah bukan kabar bagus bagi rupiah, beban impor berpotensi meningkat, dan tentunya bisa membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini jadi 'hantu' bagi perekonomian Indonesia semakin membengkak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas)
Batalnya kunjungan ke pertanian tersebut menimbulkan tanda tanya, apakah China batal membeli produk pertanian AS atau hanya mempersingkat rencana di AS.
Namun, batalnya kunjungan delegasi China ke wilayah pertanian ternyata memang diminta oleh AS. Bukan karena hasil perundingan dagang yang buruk.
Kabar bagus dari AS-China tersebut belum mampu mengangkat performa rupiah pada perdagangan hari ini.
Investor kemungkinan mencemaskan gaduh politik dan kerawanan keamanan dalam negeri, yang membuat rupiah tertekan. Aksi demo hari ini yang direncanakan ada di Jakarta dan Yogyakarta kini semakin meluas.
Di Jakarta, rencananya aksi massa akan terjadi di gedung DPR RI pada 23-24 September. Sementara di Yogyakarta, aksi massa akan dipusatkan di daerah Gejayan.
Selain itu mahasiswa dari sejumlah daerah di Tanah Air juga menggelar aksi yang sama. Mengutip laporan CNN Indonesia dan Detik.com, aksi digelar di Kota Bandung (Jawa Barat), Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Kota Makassar (Sulawesi Selatan).
Saat situasi sosial-politik-keamanan sedang kurang kondusif, pelaku pasar tentu merasa tidak nyaman. Akhirnya ada saja yang memutuskan untuk keluar dulu sembari menunggu situasi tenang kembali.
Selain situasi dalam negeri, rupiah juga terbebani kenaikan harga minyak mentah. Hingga sore ini, harga minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) masing-masing menguat sekitar 1%.
Kenaikan harga minyak mentah disebabkan oleh situasi Timur Tengah yang masih saja panas. Serangan terhadap ladang minyak milik Saudi Aramco berbuntut panjang, dan bahkan bisa menyulut Perang Teluk Jilid III.
Akhir pekan lalu, AS memutuskan untuk menambah personel militer di Timur Tengah. Tujuannya memang bukan untuk perang, tetapi untuk memberikan efek jera alias menggertak.
"Misi kami adalah menghindari perang. Kalau Anda mendengar pernyataan Menteri Esper (Mark Esper, Menteri Pertahanan AS), maka tujuan kami menambah pasukan di wilayah tersebut adalah untuk memberikan efek jera dan sebagai upaya pertahanan. Kalau tidak jera juga, saya yakin Presiden Trump (Donald Trump, Presiden AS) akan melanjutkan langkah-langkah lain yang dipandang perlu," papar Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, seperti diberitakan Reuters.
Kenaikan harga minyak mentah bukan kabar bagus bagi rupiah, beban impor berpotensi meningkat, dan tentunya bisa membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini jadi 'hantu' bagi perekonomian Indonesia semakin membengkak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular