
Sentimen Negatif Menyerbu, Begini 'Jeritan' Pasar Keuangan RI

Dari sisi eksternal, sentimen negatif bagi pasar keuangan tanah air datang dari hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Pada Kamis dini hari waktu Indonesia (19/9/2019), The Fed mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke rentang 1,75%-2%, menandai pemangkasan kedua di tahun ini pasca sebelumnya The Fed juga mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan Juli.
Keputusan tersebut sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv.
Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian AS, serta rendahnya tekanan inflasi.
Adalah nada hawkish yang dilontarkan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed pada saat konferensi pers yang membuat pelaku pasar kecewa. Nada hawkish tersebut menepis ekspetasi pelaku pasar bahwa masih akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun.
Walau menyebut bahwa pihaknya akan melakukan hal yang diperlukan guna mempertahankan ekspansi ekonomi, Powell menilai pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan Juli dan kemarin sebagai “penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment” dan bukan merupakan strategi untuk mendorong tingkat suku bunga acuan lebih rendah lagi.
Pernyataan tersebut lantas menegaskan komentar Powell di bulan Juli bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Memang, walau ada nada hawkish yang dilontarkan oleh The Fed, nyatanya Bank Indonesia (BI) tetap berani untuk mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari Rabu (18/9/2019) dan Kamis, BI memutuskan untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 5,5% menjadi 5,25%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/9/2019).
Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, beserta juga analisis dari kami sendiri.
Untuk diketahui, pada saat ini perekonomian Indonesia membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.Namun, nada hawkish yang dilontarkan oleh The Fed dikhawatirkan akan membatasi ruang dari BI untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan di masa depan yang pada akhirnya akan membatasi laju perekonomian tanah air.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
