Analisis

Rupiah Masih Saja Melemah, Sampai Kapan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 September 2019 12:37
Rupiah Masih Saja Melemah, Sampai Kapan?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah hingga tengah hari ini. Padahal kemarin rupiah terlihat mendapat momentum penguatan setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga untuk kali ketiga tahun ini.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%. Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat," kata Gubernur BI Perry dalam konferensi pers usai RDG edisi September di Jakarta, kemarin.

Selain memangkas suku bunga, BI juga memutuskan untuk menurunkan uang muka (down payment/DP) yang masuk skema Loan to Value (LTV) kredit properti dan kendaraan bermotor. Plus, BI juga menerapkan kebijakan longgar dengan memasukkan pinjaman sebagai komponen pendanaan bank dalam Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).

Meski demikian, kebijakan BI tersebut diperkirakan belum akan terasa dalam jangka pendek. Pemangkasan suku bunga memerlukan masa transmisi beberapa bulan hingga menyentuh sektor riil. 

Begitu juga dengan penurunan LTV. Franky Rivan, Senior Reserach Analyst Kresna Sekuritas mencermati, kebijakan BI ini akan membuat uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi lebih murah.

Namun, yang menjadi catatan Franky, meski ada relaksasi LTV, tapi bank-bank yang menyalurkan kredit di sektor properti biasanya tidak akan langsung merespons kebijakan menurunkan suku bunga KPR. Di sisi lain loan to deposit ratio (LDR) perbankan saat ini, kata Franky, sudah di level 95% membuat penyaluran kredit ke sektor properti menjadi sangat terbatas.

"Kebijakan relaksasi LTV ini belum akan terasa dampaknya dalam jangka pendek," kata Franky saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (20/9/2019).


Hal ini membuat rupiah kembali tertekan pada hari ini, meski pemangkasan suku bunga ke depannya akan berdampak positif bagi perekonomian nasional. Rupiah sebenarnya punya modal untuk kembali menguat melawan dolar AS.


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)



Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: investing.com

Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di atas rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah). Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak naik tetapi masih di wilayah negatif.

Histogram masih di wilayah negatif, tapi mulai mengecil. Melihat indikator tersebut, momentum penguatan rupiah mulai berkurang.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Sumber: investing.com

Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di kisaran MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak naik dari wilayah jenuh jual (oversold).

Rupiah bertahan di atas Rp 14.060/US$, level tersebut kini kembali menjadi support (tahanan bawah) terdekat. Selama tertahan di atas level tersebut, rupiah berpeluang melemah menuju Rp 14.090/US$. Depresiasi rupiah akan berlanjut jika level tersebut juga tertembus. 

Namun, kalau rupiah berhasil menguat ke bawah Rp 14.060/US$, maka Mata Uang Garuda berpeluang menguat ke level Rp 14.030/US$.


TIM RISET CNBC INDONESIA 


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular