Hore! IHSG Menguat Sendiri Saat Bursa Asia Terkapar

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 September 2019 16:43
Hore! IHSG Menguat Sendiri Saat Bursa Asia Terkapar
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi tipis sebesar 0,07% ke level 6.215,24, dengan cepat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa membalikkan keadaan dengan merangsek naik ke zona hijau.

IHSG kemudian terus melaju di zona hijau, walau sempat beberapa kali mendekati zona merah. Per akhir sesi dua, apresiasi IHSG adalah sebesar 0,28% ke level 6.236,69.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,18%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+6,34%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,42%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,43%), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (+5,06%).

IHSG menguat kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai ambruk 1,74%, indeks Hang Seng anjlok 1,23%, dan indeks Straits Times melemah 0,66%.

Rilis data ekonomi China yang mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (16/9/2019), produksi industri China periode Agustus 2019 diumumkan hanya tumbuh sebesar 4,4% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,2%, seperti dilansir dari Trading Economics. Kemudian, penjualan barang-barang ritel periode Agustus hanya tumbuh 7,5% secara tahunan, juga di bawah konsensus yang sebesar 7,9%, dilansir dari Trading Economics. Perang dagang dengan AS terlihat sudah sangat menyakiti perekonomian China.

Lebih lanjut, kondisi geopolitik yang tak kondusif ikut membuat aksi jual dilakukan oleh pelaku pasar saham Asia. Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan pesawat tanpa awak (drone) diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%.

Walau kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, AS menuduh Iran sebagai dalang yang sebenarnya, sebuah tuduhan yang sudah dibantah sendiri oleh Iran.

Tuduhan dari AS ini kemudian dikuatkan dengan pernyataan dari koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi bahwa serangan ke infrastruktur perminyakan tersebut dieksekusi menggunakan senjata milik Iran dan tak berasal dari Yemen.

Dalam waktu dekat, ada potensi yang besar bahwa AS akan meluncurkan serangan terhadap Iran.

Tampaknya, IHSG berhasil memanfaatkan sentimen positif terkait perang dagang AS-China. Menjelang akhir pekan kemarin, Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa produk-produk agrikultur asal AS seperti kedelai dan daging babi akan dimasukkan ke dalam daftar produk yang diberikan pembebasan atas bea masuk tambahan, dilansir dari CNBC International. Hal tersebut diumumkan

Pengumuman tersebut melengkapi pengumuman pada hari Rabu (11/9/2019) kala Kementerian Keuangan China mengumumkan daftar produk impor asal AS yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk baru. Melansir CNBC International, ada sebanyak 16 jenis produk impor yang diberikan pembebasan oleh China, termasuk pakan ternak, obat untuk kanker, dan pelumas. Pembebasan ini akan mulai berlaku pada tanggal 17 September hingga September 2020.

Pembebasan produk agrikultur asal AS dari bea masuk tambahan diumumkan pasca Presiden AS Donald Trump mengumumkan melalui media sosial Twitter bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China yang sebelumnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, diundur menjadi tanggal 15 Oktober.

Untuk diketahui, bea masuk yang diundur tersebut merupakan bea masuk yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 250 miliar. Pemerintahan Presiden Trump akan menaikkan bea masuk bagi produk senilai US$ 250 miliar tersebut menjadi 30%, dari yang sebelumnya 25%.

Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan permintaan dari Wakil Perdana Menteri China Liu He, beserta dengan fakta bahwa tanggal 1 Oktober merupakan peringatan ke 70 tahun dari lahirnya Republik Rakyat China.

Perkembangan teranyar, pada hari ini CCTV selaku media yang dimiliki oleh pemerintah China mengabarkan bahwa delegasi setingkat wakil menteri akan bertandang ke Washington pada pekan ini guna mendiskusikan permasalahan terkait perdagangan dan ekonomi, dilansir dari CNBC International. Menurut CCTV, pertemuan tersebut diinisiasi oleh AS. Wakil Menteri Keuangan China Liao Min disebut akan memimpin delegasi setingkat wakil menteri tersebut.

Melansir CNBC International, waktu pasti terkait dengan pertemuan kedua negara belumlah jelas: pemberitaan dari CCTV menyebut bahwa delegasi China akan menyambangi AS pada hari Rabu (18/9/2019), sementara pemberitaan dari Reuters yang melansir pejabat pemerintahan AS menyebut bahwa perbincangan akan digelar pada hari Kamis (19/9/2019).

Jangan lupakan juga fakta bahwa IHSG sudah melemah dalam tiga hari perdagangan sebelumnya. Bahkan pada perdagangan kemarin, koreksi yang dibukukan oleh IHSG mencapai 1,82%. Koreksi pada perdagangan kemarin merupakan yang terburuk sejak IHSG jatuh 2,6% pada tanggal 5 Agustus 2019. Jika ditotal, koreksi IHSG dalam tiga hari perdagangan tersebut mencapai 2,55%.

Koreksi yang sudah begitu dalam dibukukan oleh IHSG dalam rentang waktu yang singkat lantas membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Andai Rupiah Tak Babak Belur, Penguatan IHSG Bisa Lebih Tinggi Lagi

Sejatinya, penguatan yang dibukukan oleh IHSG bisa lebih tinggi lagi jika investor asing tak melakukan aksi jual dengan intensitas yang besar. Hingga akhir sesi dua, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 471,1 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).

Rupiah yang semakin babak belur membuat investor asing melego kepemilikannya atas saham-saham di tanah air. Pada perdagangan hari ini, rupiah tercatat melemah 0,39% di pasar spot ke level Rp 14.090/dolar AS, pasca kemarin sudah melemah sebesar 0,54%.

Kala rupiah melemah, apalagi dengan signifikan, investor asing bisa menderita yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham memang menjadi opsi yang sangat mungkin diambil.

Tekanan bagi rupiah salah satunya datang dari rilis data perdagangan internasional periode Agustus 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Sepanjang bulan Agustus, BPS mencatat bahwa ekspor jatuh 9,99% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 5,7% saja. Sementara itu, impor terkontraksi sebesar 15,6%, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 11,295%. Alhasil, neraca dagang hanya membukukan surplus sebesar US$ 85 juta, jauh lebih kecil dari proyeksi yang sebesar US$ 146 juta.

Surplus neraca dagang yang lebih rendah dari ekspektasi membuat pelaku pasar khawatir bahwa defisit transaksi berjalan/currenct account deficit (CAD) akan terus bengkak di kuartal III-2019.

Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah memang akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Lebih lanjut, tekanan bagi rupiah datang dari lonjakan harga minyak mentah yang terjadi kemarin. Pada perdagangan kemarin, harga minyak mentah WTI kontrak acuan melejit hingga 14,68%, sementara harga minyak brent kontrak acuan melesat 14,61%. Harga minyak mentah dunia melesat seiring dengan serangan drone yang menyasar kilang dan ladang minyak di Arab Saudi.

Sebagai negara net importir minyak, lonjakan harga minyak mentah dunia tentu berpotensi membebani neraca dagang. Lagi-lagi, ada potensi CAD masih akan bengkak.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 145,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 104 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 100,8 miliar), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 75,2 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 37,6 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular