
Bukan Nyinyiran Orang, Ini yang Bikin Sri Mulyani Pusing!

Aktifnya Trump dalam mencuit terbukti membuat pasar saham AS menjadi lebih liar dari era Obama.
Di sepanjang era pemerintahan Obama (20 Januari 2009-20 Januari 2017), terdapat sebanyak 141 hari di mana indeks S&P 500 ditutup menguat atau melemah lebih dari 2%.
Namun, kala ditelisik lebih jauh ternyata volatilitas di era Obama banyak terjadi di periode satu pemerintahannya (20 Januari 2009-20 Januari 2013). Di periode satu pemerintahan Obama, terdapat sebanyak 113 hari di mana indeks S&P 500 ditutup menguat atau melemah lebih dari 2%.
Hal ini memang bisa dimaklumi. Pasalnya, di periode satu pemerintahan Obama, pasar keuangan dunia mencoba bangkit pasca dilanda tekanan jual yang begitu dahsyat seiring dengan kehadiran krisis keuangan global. Volatilitas pasar keuangan dunia di periode satu pemerintahan Obama pun menjadi begitu besar.
Supaya lebih fair, kita bisa membandingkan pergerakan pasar saham AS di bawah pemerintahan Trump dengan yang terjadi di periode dua pemerintahan Obama (20 Januari 2013-20 Januari 2017).
Di periode dua pemerintahan Obama, terdapat sebanyak 28 hari di mana indeks S&P 500 ditutup menguat atau melemah lebih dari 2%, sementara di era Trump sejauh ini (20 Januari 2017-13 September 2019), jumlahnya ada 27 hari.
Padahal, masa bakti Trump sebagai presiden masih ada sekitar 16 bulan lagi. Untuk diketahui, masa bakti Trump sebagai presiden AS akan berakhir pada 20 Januari 2020, dengan asumsi bahwa dirinya tak terpilih lagi pada pilpres tahun depan.
Terbukti, pasar saham AS lebih liar di bawah pemerintahan Trump ketimbang Obama.
Namun begitu, walau suka membuat onar, secara keseluruhan Donald Trump terbilang oke untuk pasar saham AS. Terhitung selama dirinya menjabat sebagai presiden AS (20 Januari 2017-13 September 2019), indeks S&P 500 melejit hingga 32,85%, utamanya karena pemangkasan tingkat pajak dan penyedehanaan regulasi yang dieksekusi oleh suami dari Melania Trump tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank)