
Harga Dunia Rebound, Saham Batu Bara Terpuruk ke Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan kemarin (12/9/2019) harga batu bara dunia baik kontrak pengiriman Oktober maupun November kompak menguat seiring dengan potensi kenaikan permintaan penggunaan listrik untuk pendingin ruangan selama musim panas. Namun sayang, penguatan harga batu bara dunia tak linear dengan kinerja harga saham batu bara di bursa saham domestik.
Data harga bata bara kontrak berjangka di pasar ICE Newcastle untuk pengiriman Oktober naik 0,23% menjadi US$ 65,5/ton dan untuk pengiriman November menguat 0,81% ke level US$ 68,2/ton. Harga bata bara rebound setelah membukukan koreksi yang cukup dalam pada perdagangan sebelumnya.
Akan tetapi, meski harga batu bara membaik, harga saham emiten batu bara justru kompak melipir ke zona merah.
Data perdagangan sesi II Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 14:20 mencatat harga saham PT Alfa Energy Investama Tbk (FIRE) anjlok 7,79% ke level Rp 2.840/unit saham dengan nila transaksi mencapai Rp 151,38 miliar.
Kemudian, koreksi juga dicatatkan oleh saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang melemah 4,44%, PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang turun 4,14%, PT Adaro Energy yang melemah 3,83% dan PT Indika Energy Tbk (INDY) mengalami kontraksi 2,98%
Selain itu, juga ada saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) yang turun 2,63%, PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) turun 1,64%, lalu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang melemah 1,15%.
Tidak hanya itu, saham-saham batu bara juga laris dilepas oleh investor asing, di mana ADRO membukukan aksi jual bersih terbesar (net foreign sell/NFS) mencapai Rp 126,26 milar. Diikuti oleh PTBA dan ITMG yang masing-masing mencatatkan NFS senilai Rp 62,31 miliar dan Rp 32,67 miliar.
Di lain pihak, meski harga sahamnya melemah, investor asing masih gemar mengkoleksi saham DOID dan INDY karena mencatatkan aksi beli bersih (net foreign buy/NFB) masing-masing sebesar Rp 3,4 miliar dan Rp 1,8 miliar.
Pelaku pasar tampaknya tidak menyambut baik, rebound yang dicatatkan harga batu bara dunia. Pasalnya meskipun pulih, terlihat bahwa harga batu bara masih akan sulit untuk kembali naik ke level di awal tahun ini, yakni di atas US$ 100/ton.
Grafik di atas menunjukkan bahwa sepanjang tahun ini pemulihan harga batu bara tetap berujung pada tren penurunan. Hal ini dikarenakan, negara-negara seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa perlahan membatasi konsumsi batu bara untuk memenuhi kebijakan pengurangan emisi karbon.
Harga batu bara umumnya mengalami kenaikan didorong oleh tren musiman, seperti saat musim dingin dan musim panas disebabkan tingginya penggunaan listrik untuk pemanas dan pendingin ruangan.
Alhasil wajar saja jika investor tetap melego saham emiten batu bara, karena belum ditemukan sumber permintaan lain yang dapat mendongkrak konsumsi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Saham FIRE Masuk MSCI Global Small Cap Indexes
