
Sama Seperti Kemarin, Rupiah Masih Mager

Sejak pekan lalu, data dari dalam negeri positif bagi rupiah. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa pada Agustus merupakan yang tertinggi sejak Februari 2018. Kemarin, penjualan ritel pada Juli tercatat naik 2,4% year-on-year (YoY). Membaik dibandingkan Juni yang mengalami kontraksi alias minus 1,8%.
Kemudian untuk penjualan ritel Agustus, BI memperkirakan terjadi pertumbuhan 3,7%. Lebih tinggi dibandingkan Juli, tetapi kalah dibandingkan Agustus 2018 yang mampu tumbuh 6,1%.
Namun penguatan tajam dalam empat hari terakhir, mencapai 1,37%, tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking). Apalagi rupiah sempat begitu dekat dengan level 'keramat' 14.000/US$ , tentunya perlu tenaga yang lebih besar untuk mampu menjebolnya.
Bagaimana kelanjutan perang dagang AS-China? Apakah akan terjadi resesi? Bagaimana kebijakan bank sentral global, khususnya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed)?
Investor tentunya berhati-hati saat pasar dipenuhi ketidakpastian, yang membuat rupiah masih enggan untuk menguat lebih jauh. Ketidakpastian merupakan musuh utama para investor.
Paling dekat, investor tengah menantikan hasil rapat bulanan Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Pelaku pasar menantikan arah kebijakan suku bunga dan apakah ECB akan kembali menggelontorkan stimulus berupa pembelian surat-surat berharga (quantitative easing).
Melansir laporan Reuters, para trader melihat adanya probabilitas 72% ECB akan memangkas suku bunga sebesar 20 basis poin (bps). Beberapa analis juga memprediksi bank sentral pimpinan Mario Draghi ini akan kembali mengaktifkan program quantitative easing.
Baik pemangkasan suku bunga maupun quantitative easing memberikan dampak positif ke pasar finansial global. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa terpacu lagi dan meredam pelambatan yang terjadi saat ini. Sentimen pelaku pasar tentunya akan semakin membaik, dan di kala sentimen membaik minat terhadap aset berisiko (risk appetite) akan naik. Sebelum bagaimana kebijakan bank sentral global terjawab, rupiah masih sulit untuk bergerak lebih jauh.
TIM RISET CNBC INDONESIA
