Akhir Sesi Satu Masih Hijau, IHSG Siap Reli 4 Hari Beruntun!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 September 2019 12:44
Akhir Sesi Satu Masih Hijau, IHSG Siap Reli 4 Hari Beruntun!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan apresiasi sebesar 0,31% ke level 6.328,28, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghabiskan mayoritas waktunya hingga tengah hari di zona hijau. Hanya sesaat IHSG tergelincir ke zona merah, sebelum kemudian merangkak kembali ke teritori positif. Per akhir sesi satu, penguatan indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,21% ke level 6.322,26.

IHSG terus berada di jalur yang tepat untuk mencetak penguatan selama empat hari beruntun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG per akhir sesi satu di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,43%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,43%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+5,91%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+7,49%), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+3,12%). 

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa utama kawasan Asia yang juga sedang melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,53%, indeks Shanghai menguat 0,36%, indeks Straits Times terkerek 0,14%, dan indeks Kospi bertambah 0,58%.

Bursa saham Benua Kuning mampu menguat terlepas dari loyonya data perdagangan internasional China. Kemarin (8/9/2019), ekspor China periode Agustus 2019 diumumkan jatuh sebesar 1% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih buruk dibandingkan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 2%, dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor jatuh 5,6% YoY, menandai penurunan selama empat bulan beruntun.

Untuk diketahui, People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China sempat terus-menerus melemahkan nilai tukar yuan pada bulan lalu, yakni dengan mematok nilai tengahnya di level yang lebih rendah.

Sebagai informasi, PBOC memang punya wewenang untuk menentukan nilai tengah dari yuan setiap harinya. Nilai tukar yuan di pasar onshore kemudian hanya diperbolehkan bergerak dalam rentang 2% (baik itu menguat maupun melemah) dari nilai tengah tersebut, sehingga pergerakannya tak murni dikontrol oleh mekanisme pasar. Implikasinya, ketika nilai tengah ditetapkan di level yang lebih lemah, yuan akan cenderung melemah di pasar onshore.

Diharapkan, pelemahan yuan tersebut akan mendongkrak kinerja ekspor Negeri Panda, namun kenyataannya tidak seperti itu.

Aksi beli dilakukan di bursa saham Benua Kuning seiring dengan rencana gelaran negosiasi dagang AS-China secara tatap muka. Pada pekan lalu, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa delegasi kedua negara melakukan perbincangan via sambungan telepon.

Perbincangan via sambungan telepon ini melibatkan berbagai tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Hasilnya, kedua belah pihak menyepakati gelaran negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan, dilansir dari CNBC International. AS dan China akan menggelar negosiasi tersebut di Washington, D.C. yang merupakan ibu kota dari AS.

Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, kedua belah pihak akan menggelar konsultasi pada pertengahan bulan ini sebagai bagian dari persiapan negosiasi tatap muka di awal bulan depan.

Lantas, asa damai dagang AS-China yang sempat redup kini kembali membuncah dan sukses memantik aksi beli di pasar saham.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 ->

Lebih lanjut, aksi beli dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuannya pada pekan depan. Ekspektasi tersebut datang seiring dengan lemahnya pasar tenaga kerja AS.

Pada hari Jumat (6/9/2019), penciptaan lapangan kerja AS (di luar sektor pertanian) periode Agustus 2019 diumumkan sebanyak 130.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 163.000, dilansir dari Forex Factory. Untuk diketahui, pasar tenaga kerja merupakan satu dari dua indikator utama yang dicermati The Fed dalam menentukan keputusan terkait suku bunga acuan, selain juga inflasi.

Lebih lanjut, Gubernur The Fed Jerome Powell juga mengeluarkan pernyataan bernada dovish yang membuat pelaku pasar kian yakin bahwa bank sentral akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan yang akan digelar pekan depan.

Melansir CNBC International, pada hari Jumat kemarin Powell menegaskan bahwa pihaknya akan terus bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah berlangsung.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 9 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 91,2%.

Sekedar mengingatkan, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada bulan Juli, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.

Pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan akan bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Dengan adanya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian AS akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular