
Happy Weekend! Rupiah Sudah di Bawah 14.100/US$ Lho...

Kembalinya minat investor terhadap aset-aset berisiko (risk appetite) memberikan efek positif ke rupiah. Bursa saham, baik di Asia, Eropa, hingga AS menghijau sejak kemarin.
Setelah dilanda gelombang demonstrasi selama berminggu-minggu, situasi di Hong Kong mulai agak tenang. Meski masih ada aksi massa, tetapi tidak sebesar sebelumnya.
Kemarin, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam memutuskan mencabut rancangan undang-undang ekstradisi. Namun ini baru satu dari lima tuntutan kubu pro-demokrasi, sehingga aksi masih terjadi. Walau begitu, secara umum kondisi di eks koloni Inggris itu sudah jauh membaik.
Kabar paling bagus yang membuat pelaku pasar berbunga-bunga datang dari relasi AS dan China. Kedua negara memutuskan untuk menggelar perundingan dagang di Washington awal bulan depan.
"Secara pribadi, saya merasa AS sudah jengah dengan perang dagang. Sulit untuk menghancurkan kekuatan China. Oleh karena itu, kemungkinan akan ada terobosan dalam pertemuan kedua negara," kata Hu Xijin, redaktur di harian Global Times (yang dikelola pemerintah China), seperti diberitakan Reuters.
Setelah AS dan China saling menerapkan bea masuk baru pada 1 September, investor awalnya sempat putus harapan. Perang dagang sepertinya akan bertahan lama, setidaknya selama presiden AS masih Donald Trump.
Namun kini keputusasaan itu perlahan pudar. Ternyata masih ada harapan AS-China bisa mencapai damai dagang.
Ketika kedua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi sudah berbaikan, tidak lagi saling hambat, maka rantai pasok global akan pulih. Arus perdagangan dan investasi kembali semarak, sehingga kita boleh berharap akan ada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Kabar bagus bagi rupiah tidak hanya dari eksternal. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa nasional naik pada Agustus dibandingkan bulan sebelumnya. Cadangan devisa Indonesia tercatat US$ 126,4 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 125,9 miliar.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," demikian sebut keterangan tertulis BI.
Cadangan devisa Agustus merupakan yang tertinggi sejak Februari 2018. Data ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia, karena ada keyakinan BI punya amunisi yang semakin memadai untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
