Belum Melemah, Hawa-hawanya Ada Happy Weekend Buat IHSG

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 September 2019 12:17
Belum Melemah, Hawa-hawanya Ada Happy Weekend Buat IHSG
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan apresiasi sebesar 0,36% ke level 6.329,41, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum pernah merasakan pahitnya zona merah. Per akhir sesi satu, penguatan indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,22% ke level 6.320,43. IHSG masih berada di jalur yang tepat untuk mencetak apresiasi selama tiga hari beruntun.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 0,63%, indeks Shanghai naik 0,16%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,59%, indeks Straits Times terkerek 0,33%, dan indeks Kospi bertambah 0,17%.

Kabar gembira terkait perkembangan perang dagang AS-China masih menjadi faktor yang melandasi aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (5/9/2019), Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa delegasi kedua negara melakukan perbincangan via sambungan telepon pada pagi hari.

Perbincangan via sambungan telepon ini melibatkan berbagai tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Hasilnya, kedua belah pihak menyepakati gelaran negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan, dilansir dari CNBC International. AS dan China akan menggelar negosiasi tersebut di Washington, D.C. yang merupakan ibu kota dari AS.

Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, kedua belah pihak akan menggelar konsultasi pada pertengahan bulan ini sebagai bagian dari persiapan negosiasi tatap muka di awal bulan depan.

Lantas, asa damai dagang AS-China yang sempat redup kini kembali membuncah. Sebelumnya, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China disebut sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka, melansir Bloomberg.

Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.

Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.

Kini, justru muncul harapan bahwa negosiasi dagang AS-China akan menciptakan suatu terobosan. Kemarin malam, Pemimpin Redaksi Global Times Hu Xijin menyebutkan bahwa ada kemungkinan yang lebih besar dalam negosiasi kali ini bahwa kedua negara bisa menciptakan suatu terobosan guna mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun.

"Secara pribadi saya rasa AS, lelah dalam menghadapi perang dagang, mungkin tak akan lagi berharap untuk menghancurkan keinginan pihak China. Ada kemungkinan yang lebih besar terkait dicapainya sebuah terobosan dari kedua negara," tulis Hu melalui akun Twitter pribadinya.

Untuk diketahui, Global Times merupakan sebuah tabloid yang berada di bawah naungan People's Daily. People's Daily sendiri merupakan sebuah koran yang dikontrol oleh Partai Komunis China.

Sebelumnya, berbagai proyeksi dari Hu terkait dengan perang dagang AS-China terbukti berbuah menjadi kenyataan.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 ->

Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini.

Berbicara dalam gelaran Euromoney Conference pada hari Rabu (4/9/2019), John Williams selaku Federal Reserve Bank of New York President mengatakan bahwa lemahnya inflasi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh The Fed, serta berjanji untuk menggunakan kebijakan moneter untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi AS.

“Lemahnya inflasi memang merupakan masalah utama di era ini. Prospek terkait pertumbuhan ekonomi yang moderat, tingkat pengangguran yang rendah, namun inflasi yang terus-menerus rendah merupakan refleksi dari kondisi perekonomian secara lebih luas,” kata Williams, dilansir dari CNBC International.

“Saya dengan seksama mengamati fenomena ini dan tetap waspada untuk bertindak sebagaimana diperlukan untuk mendukung kelanjutan ekspansi ekonomi, pasar tenaga kerja yang kuat, dan kembalinya inflasi ke level 2%.” 

Lebih lanjut, Williams menegaskan bahwa perang dagang AS-China ikut menambah ketidakpastian yang dihadapi oleh pelaku usaha.

“…kekhawatiran terkait kebijakan di bidang perdagangan dengan China menambah ketidakpastian. Kolega saya di komunitas bisnis mengatakan bahwa ini telah membuat mereka lebih berhati-hati dalam urusan investasi. Dampak dari kecemasan ini sudah terlihat dalam berbagai data terkait dengan investasi,” ujar Williams.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 5 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 91,2%.

Memang, kini mulai ada ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahankan di level 2%-2,25%. Penyebabnya, rilis data tenaga kerja AS yang menggembirakan. Data tenaga kerja memang merupakan satu dari dua indikator utama yang dicermati The Fed dalam menentukan keputusan terkait tingkat suku bunga acuan.

Kemarin, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode Agustus 2019 diumumkan sebanyak 195.000 oleh Automatic Data Processing (ADP), mengalahkan konsensus yang sebanyak 148.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Data resmi versi pemerintah AS akan dirilis pada malam hari ini (19:30 WIB).

Masih mengutip situs resmi CME Group, probabilitas bahwa The Fed akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini berada di level 8,8%, naik dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 0%.

Namun begitu, lebih dari 90% pelaku pasar masih yakin bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan ini, seiring dengan komentar yang begitu dovish yang terlontar dari mulut John Williams.

Untuk diketahui, pertemuan The Fed pada bulan ini akan digelar selama dua hari yakni pada tanggal 17-18 September. Hasil dari pertemuan tersebut akan diumumkan pada tanggal 19 September waktu Indonesia.

Sekedar mengingatkan, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada bulan Juli, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.

Dengan mencermati perkembangan hingga akhir sesi satu, tampaknya akan ada yang namanya happy weekend untuk IHSG.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular