
AS-China Kembali ke Meja Perundingan, IHSG Hijau Lagi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 September 2019 09:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini dengan apresiasi sebesar 0,39% ke level 6.294,28. Pada pukul 09:30 WIB, penguatan indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,31% ke level 6.289,31.
Jika apresiasi IHSG bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai apresiasi selama dua hari beruntun. Pada perdagangan kemarin, IHSG menguat tipis sebesar 0,13%.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang melaju dengan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei melesat 2,32%, indeks Shanghai melejit 1,26%, indeks Hang Seng naik 0,48%, indeks Straits Times menguat 0,49%, dan indeks Kospi terapresiasi 1,09%.
Kabar gembira terkait perkembangan perang dagang AS-China sukses membuat pelaku pasar saham Benua Kuning melakukan aksi beli dengan intensitas yang besar. Beberapa saat yang lalu, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa delegasi kedua negara melakukan perbincangan via sambungan telepon pada pagi hari ini.
Hasilnya, kedua belah pihak menyepakati gelaran negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan, dilansir dari CNBC International. AS dan China akan menggelar negosiasi tersebut di Washington, D.C. yang merupakan ibu kota dari AS.
Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, kedua belah pihak akan menggelar konsultasi pada pertengahan bulan ini sebagai bagian dari persiapan negosiasi tatap muka di awal bulan depan.
Lantas, asa damai dagang AS-China yang sempat redup kini kembali membuncah. Sebelumnya, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China disebut sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka, melansir Bloomberg.
Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.
Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.
Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.
Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.
Diharapkan, gelaran negosiasi dagang pada awal bulan depan bisa membawa kedua negara meneken kesepakatan dagang, sekaligus menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan bisa melaju di level yang relatif tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat
Jika apresiasi IHSG bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai apresiasi selama dua hari beruntun. Pada perdagangan kemarin, IHSG menguat tipis sebesar 0,13%.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang melaju dengan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei melesat 2,32%, indeks Shanghai melejit 1,26%, indeks Hang Seng naik 0,48%, indeks Straits Times menguat 0,49%, dan indeks Kospi terapresiasi 1,09%.
Kabar gembira terkait perkembangan perang dagang AS-China sukses membuat pelaku pasar saham Benua Kuning melakukan aksi beli dengan intensitas yang besar. Beberapa saat yang lalu, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa delegasi kedua negara melakukan perbincangan via sambungan telepon pada pagi hari ini.
Hasilnya, kedua belah pihak menyepakati gelaran negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan, dilansir dari CNBC International. AS dan China akan menggelar negosiasi tersebut di Washington, D.C. yang merupakan ibu kota dari AS.
Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, kedua belah pihak akan menggelar konsultasi pada pertengahan bulan ini sebagai bagian dari persiapan negosiasi tatap muka di awal bulan depan.
Lantas, asa damai dagang AS-China yang sempat redup kini kembali membuncah. Sebelumnya, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China disebut sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka, melansir Bloomberg.
Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.
Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.
Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.
Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.
Diharapkan, gelaran negosiasi dagang pada awal bulan depan bisa membawa kedua negara meneken kesepakatan dagang, sekaligus menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan bisa melaju di level yang relatif tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular