Resesi 'Hantui' AS Lagi, Rupiah Runner Up di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 September 2019 17:02
Hantu Resesi Gentanyangan, Dolar AS KO
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Shohei Miyano)
"Hantu" resesi yang kembali menggentayangi Negeri Paman Sam yang membuat dolar AS keok. Seperti diketahui sebelumnya, babak baru perang dagang antara AS dengan China resmi dimulai pada 1 September lalu. Setelah kedua belah pihak kembali mengenakan tarif impor. 

Selain babak baru perang dagang, kini ada "babak tambahan" lagi. China mengadukan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar. 

"China akan tegas mempertahankan hak-hak hukumnya sesuai dengan aturan WTO," tulis Kementerian Perdagangan China sebagaimana dikutip CNBC Indonesia Selasa (3/9/2019).

Gugatan ini merupakan gugatan ketiga Beijing untuk membatalkan tarif tambahan yang diberlakukan pemerintahan Donald Trump.


Presiden AS Donald Trump menegaskan agar China jangan coba-coba menghambat negosiasi. Kalau dialog dagang sampai buntu, sang presiden ke-45 Negeri Adidaya mengancam tidak akan ragu bertindak lebih keras kepada China. 

"Enam belas bulan adalah waktu yang lama (bagi China) untuk mengalami PHK massal, dan itu yang akan terjadi jika saya menenangi Pemilu (2020). Kesepakatan akan semakin sulit! Pada saat yang sama, rantai pasok China akan hancur dan bisnis, lapangan kerja, serta uang akan hilang!" cuit Trump di Twitter.

Pernyataan Trump menunjukkan seakan China menderita akibat perang dagang dengan AS. Tetapi nyatanya Negeri Paman Sam juga sama menderitanya. 

Departemen Pertanian AS memprediksi pada musim tanam 2019-2020, ekspor kedelai AS diperkirakan 1,875 miliar bushel, turun 75 bushel dari musim sebelumnya. Untuk diketahui, 60% ekspor kedelai AS ditujukan ke China. 

Perang dagang kedua negara juga membuat produk elektronik mengalami kenaikan harga, yang tentunya membebani konsumen AS. Hasil riset US Consumer Technology Association menyebutkan harga telepon seluler naik rata-rata US$ 70, laptop naik US$ 120, dan konsol video game naik US$ 56. Ini tentu membebani konsumen. 

Terakhir, bank investasi ternama JPMorgan memperkirakan pengenaan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China akan membuat konsumen mesti menanggung kenaikan harga US$ 600 per tahun. Angka ini akan bertambah menjadi US$ 1.000 jika AS jadi mengenakan bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar. 



Di tengah eskalasi perang dagang, data ekonomi AS memberikan pukulan telak. Data yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM) Selasa kemarin menunjukkan aktivitas manufaktur AS berkontraksi di bulan Agustus. 

Data indeks manufaktur bulan Agustus dirilis sebesar 49,1, turun dari bulan sebelumnya 51,2. 

Data ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas, sementara di atas 50 menunjukkan ekspansi atau aktivitas yang meningkat.

Yang lebih parah, kontraksi tersebut merupakan yang pertama dalam tiga tahun terakhir, sehingga kecemasan akan resesi kembali menyeruak. 

Jika dolar AS sedang tertekan, rupiah juga mendapat angin segar dari Inggris. Parlemen Inggris selangkah lagi bisa menghentikan terjadinya no-deal Brexit. Pada Selasa malam waktu setempat, Parlemen Inggris melakukan voting yang akhirnya mengizinkan dibuatnya undang-undang untuk mencegah terjadinya no-deal Brexit.



Merespon hal tersebut, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson akan mengambil langkah untuk mengajukan pemilu sela, tetapi pimpinan oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn mengatakan tidak akan mendukung adanya pemilu sela, kecuali undang-undang yang tidak menyetujui adanya no-deal Brexit disahkan. 

Sentimen pelaku pasar membaik melihat dinamika politik di Inggris, potensi terjadinya no-deal Brexit semakin mengecil, dan tentunya Inggris bisa terhindar dari resesi. Membaiknya sentimen pelaku pasar membuat aset-aset berisiko dan berimbal hasil (yield) tinggi kembali menguat hari ini, termasuk mata uang Garuda.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular