
Analisis Teknikal
Rupiah Masih Bisa Menguat Sampai Rp 14.155/US$, Percaya?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 September 2019 12:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berhasil memanfaatkan situasi dolar AS yang sedang tertekan.
Pada Rabu (4/9/2019) pukul 12:30 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.180. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,14%. Selepas itu penguatan rupiah sepat tergerus hingga dolar AS kembali menembus level Rp 14.200.
Namun jelang tengah hari, rupiah kembali menginjak pedal gas. Penguatan rupiah menebal dan dolar AS berhasil didorong ke bawah Rp 14.200.
Rupiah mampu memanfaatkan dolar AS yang sedang melemah di tataran global. Pada pukul 12:32 WIB, Dollar Indes (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,07%.
Pelemahan dolar AS disebabkan oleh data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam yang kurang memuaskan. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi ISM pada Agustus berada di 49,1. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,2.
Data ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas, sementara di atas 50 menunjukkan ekspansi atau aktivitas yang meningkat. Kontraksi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar buruk bagi perekonomian AS di saat perang dagang sedang memanas
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepertinya dunia usaha di AS semakin merasakan pahitnya perang dagang melawan China. Berkebalikan dengan retorika yang disemburkan Presiden Donald Trump, nyatanya ekonomi AS terpukul karena perang dagang.
Kementerian Pertanian AS memprediksi pada musim tanam 2019-2020, ekspor kedelai AS diperkirakan 1,875 miliar bushel, turun 75 bushel dari musim sebelumnya. Untuk diketahui, 60% ekspor kedelai AS ditujukan ke China.
Perang dagang kedua negara juga membuat produk elektronik mengalami kenaikan harga, yang tentunya membebani konsumen AS. Hasil riset US Consumer Technology Association menyebutkan harga telepon seluler naik rata-rata US$ 70, laptop naik US$ 120, dan konsol video game naik US$ 56. Ini tentu membebani konsumen.
Terakhir, bank investasi ternama JP Morgan memperkirakan pengenaan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China akan membuat konsumen mesti menanggung kenaikan harga US$ 600 per tahun. Angka ini akan bertambah menjadi US$ 1.000 jika AS jadi mengenakan bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar.
Prediksi dampak buruk perang dagang tersebut menunjukkan bagaimana suramnya prospek ekonomi AS. Tanda-tandanya kembali muncul setelah sektor manufaktur terkontraksi, dan 'hantu' resesi semakin akan semakin intens bergentayangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak mendatar dan berada di area positif, sementara histogramnya masih di area negatif. Melihat indikator tersebut, tekanan terhadap rupiah dalam jangka menengah sudah mulai berkurang.
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di bawah rerata MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak turun dan masuk ke wilayah jenuh jual (oversold).
Indikator Stochastic menunjukkan potensi penguatan rupiah masih akan terbatas di kisaran 14.180/US$. Tetapi jika mampu menembus konsisten di bawah level tersebut, rupiah berpotensi menguat 14.155/US$.
Sementara jika kembali ke atas 14.200/US$, rupiah berpotensi memangkas pelemahan menuju 14.230/US$
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (4/9/2019) pukul 12:30 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.180. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,14%. Selepas itu penguatan rupiah sepat tergerus hingga dolar AS kembali menembus level Rp 14.200.
Rupiah mampu memanfaatkan dolar AS yang sedang melemah di tataran global. Pada pukul 12:32 WIB, Dollar Indes (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,07%.
Pelemahan dolar AS disebabkan oleh data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam yang kurang memuaskan. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi ISM pada Agustus berada di 49,1. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,2.
Data ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas, sementara di atas 50 menunjukkan ekspansi atau aktivitas yang meningkat. Kontraksi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar buruk bagi perekonomian AS di saat perang dagang sedang memanas
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepertinya dunia usaha di AS semakin merasakan pahitnya perang dagang melawan China. Berkebalikan dengan retorika yang disemburkan Presiden Donald Trump, nyatanya ekonomi AS terpukul karena perang dagang.
Kementerian Pertanian AS memprediksi pada musim tanam 2019-2020, ekspor kedelai AS diperkirakan 1,875 miliar bushel, turun 75 bushel dari musim sebelumnya. Untuk diketahui, 60% ekspor kedelai AS ditujukan ke China.
Perang dagang kedua negara juga membuat produk elektronik mengalami kenaikan harga, yang tentunya membebani konsumen AS. Hasil riset US Consumer Technology Association menyebutkan harga telepon seluler naik rata-rata US$ 70, laptop naik US$ 120, dan konsol video game naik US$ 56. Ini tentu membebani konsumen.
Terakhir, bank investasi ternama JP Morgan memperkirakan pengenaan bea masuk untuk importasi produk-produk made in China akan membuat konsumen mesti menanggung kenaikan harga US$ 600 per tahun. Angka ini akan bertambah menjadi US$ 1.000 jika AS jadi mengenakan bea masuk untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar.
Prediksi dampak buruk perang dagang tersebut menunjukkan bagaimana suramnya prospek ekonomi AS. Tanda-tandanya kembali muncul setelah sektor manufaktur terkontraksi, dan 'hantu' resesi semakin akan semakin intens bergentayangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
![]() Sumber: investing.com |
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak mendatar dan berada di area positif, sementara histogramnya masih di area negatif. Melihat indikator tersebut, tekanan terhadap rupiah dalam jangka menengah sudah mulai berkurang.
![]() Foto: investing.com |
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di bawah rerata MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak turun dan masuk ke wilayah jenuh jual (oversold).
Indikator Stochastic menunjukkan potensi penguatan rupiah masih akan terbatas di kisaran 14.180/US$. Tetapi jika mampu menembus konsisten di bawah level tersebut, rupiah berpotensi menguat 14.155/US$.
Sementara jika kembali ke atas 14.200/US$, rupiah berpotensi memangkas pelemahan menuju 14.230/US$
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular