Ikuti Jejak Bursa Saham Asia, IHSG Melenggang di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 September 2019 09:43
Ikuti Jejak Bursa Saham Asia, IHSG Melenggang di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini dengan apresiasi sebesar 0,05% ke level 6.293,36. Pada pukul 09:30 WIB, indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah memperlebar penguatannya menjadi 0,24% ke level 6.305,87.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 0,15%, indeks Shanghai naik tipis 0,02%, indeks Hang Seng naik 0,39%, indeks Straits Times terapresiasi 0,34%, dan indeks Kospi bertambah 0,24%.

Rilis data ekonomi China yang menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (2/9/2019), Manufacturing PMI China periode Agustus 2019 versi Caixin diumumkan di level 50,4, lebih baik dari konsensus yang memperkirakannya di level 49,8, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Pada dua bulan sebelumnya (Juni dan Juli), aktivitas manufaktur China tercatat selalu membukukan kontraksi. Alhasil, ekspansi yang dicatatkan pada bulan Agustus sukses mendorong pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di bursa saham Asia.

Di sisi lain, perkembangan perang dagang AS-China yang tak positif membatasi aksi beli yang dilakukan oleh pelaku pasar. Menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China kini sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka antar delegasi kedua negara yang rencananya akan digelar pada bulan ini, melansir Bloomberg.

Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.

Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 ->

Kinerja IHSG pada perdagangan hari ini berbanding kontras dengan pada perdagangan kemarin kala IHSG nyaris tak pernah sekalipun merasakan manisnya zona hijau dan ditutup jatuh 0,6%.

Saham-saham barang konsumsi yang kemarin membebani kinerja IHSG kini berbalik mencetak penguatan seiring dengan koreksinya yang sudah begitu dalam. Kemarin, indeks sektor barang konsumsi anjlok sebesar 1,69%.

Kemarin, saham-saham konsumer dilego seiring dengan rilis angka inflasi periode Agustus 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengecewakan. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat terjadi inflasi 0,12% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level sebesar 3,49%.

Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.

Rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang relatif rendah. Apalagi, rilis data penjualan barang-barang ritel oleh Bank Indonesia (BI) belum lama ini juga mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.

Belum lama ini, BI mengumumkan bahwa penjualan barang-barang ritel periode Juni 2019 terkontraksi 1,8% secara tahunan, jauh lebih buruk ketimbang capaian periode yang sama tahun lalu (Juni 2018) yakni pertumbuhan sebesar 2,3%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk periode Juli 2019 menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh sebesar 2,3% secara tahunan, di bawah pertumbuhan pada Juli 2019 yang sebesar 2,9%.

Sebagai catatan, sudah sedari Mei 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Seiring dengan kuatnya indikasi bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah, praktis saham-saham sektor konsumer dilego pelaku pasar.

Saham-saham barang konsumsi yang mencetak rebound pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (+2,37%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,14%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,05%), dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk/ULTJ (+0,33%). 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular