
Ekspor Dilarang 2020, Saham Penambang Nikel Melesat
CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
03 September 2019 06:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham produsen nikel dan timah melesat pada pada perdagangan kemarin. Kebijakan pemerintah melarang ekspor nikel pada 2020 membuat harga logam ini melesat.
Harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 12,46% ke level Rp 3.970/unit dan saham PT Aneka Tambang naik 9,35% ke level harga Rp 1.170/unit.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan larangan ekspor komoditas nikel mulai berlaku 1 Januari 2020.
Seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot.
"Kami sudah tanda tangan Permen ESDM mengenai yang intinya penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangunan smelter per tanggal 1 Januari 2020," ujar Bambang di Kementerian ESDM, Senin (2/9/2019).
Salah satu alasannya adalah karena untuk menjaga cadangan dan juga mempertimbangkan banyaknya smelter nikel yang mulai beroperasi di Indonesia.
"Atas dasar tersebut segala sesuatu yang berhubungan dengan nikel ekspor raw material akan berakhir pada 31 Desember 2019."
Dampak pelarangan tersebut membuat harga komoditas nikel di pasar kontrak berjangka dunia terus mencatatkan kenaikan, bahkan menyentuh nilai tertingginya yang pernah dicapai dalam 5 tahun lalu atau Agustus 2014.
Hingga perdagangan tadi malam, harga nikel dunia naik 2,61% ke level harga US$ 18.382,5/ton.
Sementara itu, akhir pekan lalu Jumat (30/8/2019), di pasar spot London Metal Exchange (LME), harga komoditas mineral yang satu ini ditutup naik 8,79% ke level US$ 18.004/metrik ton. Sepanjang tahun berjalan atau year to date, sudah melesat hingga 69,78%.
Harga nikel dunia terus melaju disokong olek ekspektasi naiknya permintaan untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik. Selain itu, potensi adanya krisis pasokan dalam jangka panjang atas komoditas ini menyusul percepatan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia yang notebene merupakan eksportir nikel terbesar di dunia.
Berdasarkan International Nickel Study Group (INSG), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai produsen nikel terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 205.000 ton.
Laporan yang sama juga menuliskan bahwa Indonesia berkontribusi hampir 100% atas pertumbuhan ekspor nikel, dan sejak 2015 telah menjadi eksportir tunggal terbesar.
Ekspor nikel Indonesia menyumbang 39% dan 63% dari total ekspor nikel di tahun 2016 dan 2017.
Dengan demikian, wajar saja jika harga nikel dunia melesat karena Indonesia sebagai eksportir nikel terbesar terancam akan mengurangi pasokan mulai tahun depan.
Pernyataan Kementerian ESDM Soal Larang Ekspor Nikel
Lalu bagaimana proyeksi teknikal kedua saham tersebut?
Saham Vale Indonesia
Tren harga saham INCO secara jangka menengah maupun pendek sedang bullish. Hal ini tercermin dari posisi harga sahamnya yang bergerak di atas harga rata-rata nilainya dalam 5 dan 20 hari terakhirnya atau moving average/MA5/MA20 (garis berwarna hijau dan ungu).
Selain itu, kecenderungan menguat secara jangka pendek ditunjukkan melalui grafik yang membentuk pola lilin putih panjang (long white candle) disertai celah naik (gap up).
Secara pergerakan, Ada potensi harga sahamnya masih akan terus naik menguji level penghalang kenaikan (resistance) terdekatnya yang berada di Rp 4.400/saham dalam beberapa minggu ke depan.
Indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strength Index (RSI) menunjukkan potensi penguatan. Dikarenakan harganya belum menyentuh level jenuh belinya (overbought).
Saham Antam
Tren saham ANTM secara jangka panjang, menengah maupun pendek terkonfirmasi juga sedang bullish. Harga sahamnya saat ini bahkan menjadi yang tertinggi hampir dalam 6 tahun terakhir. Kinerja tahunannya terlihat melesat 52%.
Secara pergerakan, posisi harga sahamnya sedang bergerak di atas harga rata-rata nilainya dalam 5 dan 20 hari terakhirnya atau moving average/MA5/MA20 (garis berwarna hijau dan ungu).
Secara harian sahamnya juga memiliki kecenderungan untuk menguat yang ditunjukkan dengan bentuk pola lilin putih panjang (long white candle) disertai celah naik (gap up).
Ada potensi harga sahamnya masih akan terus naik menguji level penghalang kenaikan (resistance) terdekatnya yang berada di Rp 1.250/saham dalam beberapa minggu ke depan.
Indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strengh Index (RSI) menunjukkan potensi penguatan cukup terbuka karena harganya belum menyentuh level jenuh belinya (overbought).
(hps) Next Article RI Larang Ekspor, Harga Nikel Melesat ke Level Tertinggi
Harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 12,46% ke level Rp 3.970/unit dan saham PT Aneka Tambang naik 9,35% ke level harga Rp 1.170/unit.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan larangan ekspor komoditas nikel mulai berlaku 1 Januari 2020.
Seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot.
Salah satu alasannya adalah karena untuk menjaga cadangan dan juga mempertimbangkan banyaknya smelter nikel yang mulai beroperasi di Indonesia.
"Atas dasar tersebut segala sesuatu yang berhubungan dengan nikel ekspor raw material akan berakhir pada 31 Desember 2019."
Dampak pelarangan tersebut membuat harga komoditas nikel di pasar kontrak berjangka dunia terus mencatatkan kenaikan, bahkan menyentuh nilai tertingginya yang pernah dicapai dalam 5 tahun lalu atau Agustus 2014.
Hingga perdagangan tadi malam, harga nikel dunia naik 2,61% ke level harga US$ 18.382,5/ton.
Sementara itu, akhir pekan lalu Jumat (30/8/2019), di pasar spot London Metal Exchange (LME), harga komoditas mineral yang satu ini ditutup naik 8,79% ke level US$ 18.004/metrik ton. Sepanjang tahun berjalan atau year to date, sudah melesat hingga 69,78%.
Harga nikel dunia terus melaju disokong olek ekspektasi naiknya permintaan untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik. Selain itu, potensi adanya krisis pasokan dalam jangka panjang atas komoditas ini menyusul percepatan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia yang notebene merupakan eksportir nikel terbesar di dunia.
Berdasarkan International Nickel Study Group (INSG), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi kedua sebagai produsen nikel terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 205.000 ton.
Laporan yang sama juga menuliskan bahwa Indonesia berkontribusi hampir 100% atas pertumbuhan ekspor nikel, dan sejak 2015 telah menjadi eksportir tunggal terbesar.
Ekspor nikel Indonesia menyumbang 39% dan 63% dari total ekspor nikel di tahun 2016 dan 2017.
Dengan demikian, wajar saja jika harga nikel dunia melesat karena Indonesia sebagai eksportir nikel terbesar terancam akan mengurangi pasokan mulai tahun depan.
Pernyataan Kementerian ESDM Soal Larang Ekspor Nikel
Saham Vale Indonesia
Tren harga saham INCO secara jangka menengah maupun pendek sedang bullish. Hal ini tercermin dari posisi harga sahamnya yang bergerak di atas harga rata-rata nilainya dalam 5 dan 20 hari terakhirnya atau moving average/MA5/MA20 (garis berwarna hijau dan ungu).
Selain itu, kecenderungan menguat secara jangka pendek ditunjukkan melalui grafik yang membentuk pola lilin putih panjang (long white candle) disertai celah naik (gap up).
Secara pergerakan, Ada potensi harga sahamnya masih akan terus naik menguji level penghalang kenaikan (resistance) terdekatnya yang berada di Rp 4.400/saham dalam beberapa minggu ke depan.
Indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strength Index (RSI) menunjukkan potensi penguatan. Dikarenakan harganya belum menyentuh level jenuh belinya (overbought).
Saham Antam
Tren saham ANTM secara jangka panjang, menengah maupun pendek terkonfirmasi juga sedang bullish. Harga sahamnya saat ini bahkan menjadi yang tertinggi hampir dalam 6 tahun terakhir. Kinerja tahunannya terlihat melesat 52%.
Secara pergerakan, posisi harga sahamnya sedang bergerak di atas harga rata-rata nilainya dalam 5 dan 20 hari terakhirnya atau moving average/MA5/MA20 (garis berwarna hijau dan ungu).
Secara harian sahamnya juga memiliki kecenderungan untuk menguat yang ditunjukkan dengan bentuk pola lilin putih panjang (long white candle) disertai celah naik (gap up).
Ada potensi harga sahamnya masih akan terus naik menguji level penghalang kenaikan (resistance) terdekatnya yang berada di Rp 1.250/saham dalam beberapa minggu ke depan.
Indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strengh Index (RSI) menunjukkan potensi penguatan cukup terbuka karena harganya belum menyentuh level jenuh belinya (overbought).
(hps) Next Article RI Larang Ekspor, Harga Nikel Melesat ke Level Tertinggi
Most Popular