Meski Sprint Di Hari Terakhir, Rupiah Gagal Jadi Jawara Asia

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
31 August 2019 16:12
Meski Sprint Di Hari Terakhir, Rupiah Gagal Jadi Jawara Asia
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini Mata Uang Garuda bergerak cukup labil walaupun akhirnya berhasil melawan balik, di mana pada perdagangan akhir pekan dolar AS berhasil dilengserkan ke bawah Rp 14.200.

Pada penutupan pasar spot kemarin (30/8/2019) rupiah menguat 0,39% ke level RP 14.180/US$ yang merupakan posisi terbaiknya sejak 5 Agustus 2019.

Sayangnya, meskipun berhasil sprint di hari terakhir, dikarenakan pelemahan pada perdagangan hari sebelumnya, pekan ini rupiah gagal meraih tahta jawara Asia. Pasalnya, dalam sepekan mata uang Tanah Air hanya mampu menguat 0,21%.


Peso Filipina berhasil memimpin klasemen dengan membukukan penguatan 0,63%, disusul oleh dolar Taiwan yang naik 0,32%, dan won Korea Selatan yang menguat 0,26%.



Pada dasarnya, pada awal perdagangan pekan ini, mata uang Benua Kuning keok dihadapan dolar AS seiring dengan cuitan Presiden AS Donald Trump yang megumumkan kenaikan bea masuk dari 25% menjadi 30% bagi impor produk China senilai US$ 250 miliar.

Selain itu, Trump juga akan menetapkan tarif impor baru, yakni sebesar 15% bagi produk Negeri Tiongkok senilai US$ 300 miliar.

"Mulai 1 Oktober, impor produk China senilai US$ 250 miliar yang saat ini dikenai tarif 25% akan naik menjadi 30%. Sebagai tambahan, impor baru senilai US$ 300 miliar yang awalnya dikenakan tarif 10% dinaikkan menjadi 15% berlaku 1 September. Terima kasih atas perhatiannya!" demikian cuit Trump.

Terlebih lagi, Trump juga meminta perusahaan AS untuk menutup pabrik dan menghentikan produksi mereka di China.

"Perusahaan AS diminta untuk segera mencari alternatif, termasuk membawanya pulang ke rumah dan membuat produk di AS. Kita tidak butuh China dan, jujur saja, akan lebih baik tanpa mereka," cuit Trump di Twitter.

Situasi semakin memanas ketika China melakukan serangan balasan dengan menaikkan bea masuk bagi produk-produk made in the USA senilai US$ 75 miliar dari 5% menjadi 10%. Produk-produk tersebut antara lain kedelai, minyak mentah, dan pesawat.

"Keputusan China untuk menaikkan tarif bea masuk didorong oleh sikap AS yang uniteralis dan proteksionis," tegas pernyataan tertulis Kementerian Perdagangan China. Kenaikan ini akan dibagi menjadi dua tahap yaitu 1 September dan 15 Desember.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)

[Gambas:Video CNBC]

Namun kemudian muncul kabar gembira bahwa AS dan China tengah dalam proses merencanakan pertemuan dalam waktu dekat.

Terlebih lagi Wakil Perdana Menteri China Liu He menegaskan bahwa Beijing masih mengedepankan dialog dalam menyelesaikan masalah dengan Washington.

"Kami siap untuk menyelesaikan masalah melalui konsultasi dan kerja sama dengan sikap yang tenang, berkebalikan dengan meningkatkan eskalasi perang dagang. Kami meyakini bahwa eskalasi perang dagang tidak menguntungkan bagi China, AS, dan seluruh dunia.

AS-China sebelumnya memang dikabarkan akan menggelar dialog dagang di Washington bulan depan. Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng menyatakan saat ini tim dari kedua negara sedang membahas pertemuan tatap muka dalam waktu dekat.

"Sejauh yang saya tahu, delegasi kedua negara terus melakukan komunikasi yang efektif. Kami berharap AS menunjukkan ketulusan dan aksi konkret," kata Gao, seperti diwartakan Reuters.

Perkembangan ini tentu sangat melegakan pelaku pasar. Ternyata harapan damai dagang AS-China masih ada.

Meskipun untuk saat ini yang menjadi perhatian utama adalah nasib pengenaan bea masuk baru pada 1 September, baik oleh AS maupun China. Semoga dengan hubungan keduanya yang mulai kembali harmonis ada niat untuk menunda pemberlakuan bea masuk baru, bahkan jika memungkinkan sebaiknya dibatalkan.

Harapan damai dagang AS-China kembali bersemi dan berhasil membuat pelaku pasar tidak lagi bersikap konservatif. Arus modal mulai masuk ke pasar keuangan negara berkembang, seperti Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular