
Mantan Direktur Pelaksana IMF Berbicara, Euro Makin Terbenam

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang euro semakin melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (30/8/19) hingga mendekati level terlemahnya sejak Mei 2017. Data ekonomi zona euro yang memburuk membuat European Central Bank (ECB) diprediksi menggelontorkan stimulus moneter dalam jumlah besar.
Pada pukul 19:47 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,1037 atau melemah 0,16% di pasar spot, melansir dara Refinitiv.
Jerman pada hari ini melaporkan data indeks harga konsumen (IHK) bulan Agustus sebesar -0,2% atau mengalami deflasi. Deflasi tersebut juga merupakan yang pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Jerman merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa, memburuknya kondisi ekonomi Negeri Panser ini tentunya akan berdampak pada negara-negara lainnya.
Benar saja, inflasi di zona euro stagnan di bulan ini. Data yang dirilis sore tadi menunjukkan inflasi sebesar 1% year-on-year (YoY) sama dengan bulan Juli lalu. Begitu juga dengan inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan, alkohol, energi dan tembakau, hanya tumbuh 0,9%.
Inflasi merupakan salah satu acuan utama ECB dalam menetapkan kebijakan moneter.
Risalah rapat kebijakan moneter ECB bulan Juli yang dirilis pada 22 Agustus lalu menunjukkan para anggota dewan mulai cemas akan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari prediksi dan gelontoran paket stimulus moneter dianggap jalan terbaik untuk meredam pelambatan.
Paket yang dimaksud bisa berupa pemangkasan suku bunga, pembelian aset atau quantitative easing, serta perubahan panduan suku bunga. Rilis risalah tersebut semakin jelas menunjukkan ECB akan menggelontorkan stimulus pada September, yang masih menjadi pertanyaan seberapa besar stimulus yang akan diberikan.
Prediksi akan adanya stimulus besar semakin menguat setelah mantan direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Christine Lagarde, mengatakan bank sentral masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga.
Lagarde merupakan calon Presiden ECB yang akan menggantikan Mario Draghi pada 1 November nanti. Pelaku pasar sudah melihat jika Lagarde akan bersikap lebih dovish dibandingkan dengan Draghi.
Pernyataan Lagarde hari ini menegaskan pandangan pelaku pasar, dan ECB berpeluang lebih agresif dalam menggelontorkan stimulus moneter di bawah wanita asal Perancis ini. Akibatnya euro sulit lepas dari tekanan turun, dan menuju pelemahan lima hari berturut-turut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
