
AS-China Dingin, Empat Hari Sudah IHSG Bertahan Hijau!

Lebih lanjut, optimisme investor terhadap instrumen yang relatif berisiko seperti saham juga terpantik oleh rilis data ekonomi AS yang menggembirakan.
Kemarin, pembacaan kedua atas angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal-II 2019 diumumkan di level 2% (QoQ annualized). Memang, ada pelemahan jika dibandingkan dengan pembacaan awal yang sebesar 2,1%, namun sesuai dengan ekspektasi dari para ekonom, seperti dilansir dari Forex Factory.
Walaupun ada perang dagang dengan China yang membuat harga-harga di AS menjadi lebih mahal, ternyata konsumsi masyarakat AS masih kuat. Pada kuartal II-2019, konsumsi rumah tangga membukukan pertumbuhan tertinggi dalam empat setengah tahun, yakni sebesar 4,7%.
Pada kuartal III-2019, konsumsi masyarakat AS tampak masih akan tumbuh pesat. Sebelumnya pada hari Selasa (27/8/2019), indeks keyakinan konsumen AS periode Agustus 2019 diumumkan di level 135,1 oleh The Conference Board, jauh mengalahkan ekspektasi yang sebesar 129,3, seperti dilansir dari Forex Factory.
Tingginya angka IKK menunjukkan bahwa masyarakat AS memandang dengan sangat positif perekonomian di sana, serta mengindikasikan bahwa mereka akan mengeluarkan uang dalam jumlah yang lebih besar untuk aktivitas konsumsi.
Mengingat lebih dari 50% perekonomian AS dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, tentu tingginya indeks keyakinan konsumen menjadi kabar baik bagi perekonomian Negeri Paman Sam, sekaligus perekonomian dunia.
Lantas, bukan hanya kekhawatiran terkait hard landing, namun kekhawatiran bahwa perekonomian AS akan mengalami resesi juga mereda.
Termasuk hari ini, enam hari beruntun sudah imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun, berdasarkan data dari Refinitiv. Fenomena ini disebut sebagai inversi.
Untuk diketahui, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.
Terjadinya inversi mencerminkan bahwa pelaku pasar melihat risiko yang tinggi dalam jangka pendek yang membuat mereka meminta yield yang tinggi sebagai kompensasi. Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran terjadinya inversi merupakan sinyal dari terjadinya resesi di AS di masa depan.
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang kami lansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)