Global di Ambang Resesi, Ini Strategi Kredit Bank Mandiri

Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 August 2019 16:50
Isu resesi juga menyebabkan aksi jual di bursa Wall Street AS.
Foto: cover topik/ RUPSLB bank mandiri thumbnail/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC IndonesiaImbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) atau US Treasury kembali mengalami inversi (inverted) atau terbalik ke level yang belum pernah terjadi sejak 2007 pada Selasa kemarin (27/8/19).

Inversi ini 
kembali menghidupkan ancaman resesi AS yang sebelumnya sempat mereda. Ada kekhawatiran ancaman resesi ini juga berefek secara global mengingat AS adalah negara dengan bobot ekonomi terbesar di dunia.

Isu resesi juga menyebabkan aksi jual di bursa Wall Street AS dan meningkatkan permintaan akan aset-aset aman alias
safe haven seperti obligasi pemerintah dan memicu harga emas terus meroket.


Di sisi lain, 
Dana Moneter Internasional (IMF) juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global 2019 menjadi 3,3% dari semula 3,5% seiring dengan ketidakpastian global dan ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung.

Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Panji Irawan mengatakan dampak perang dagang tentu ada termasuk bagi sektor perbankan nasional.

"Indikasi internal faktor perang dagang, menurunkan suku bunga di AS dan Eropa. Selain itu, kemungkinan besar di pasar domestik, harga komoditas juga ada penyesuaian," katanya usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Rabu (28/8/2019).


"Kita tergantung pada sawit, batu bara, karet dan komoditas lainnya," katanya lagi.

Dia menjelaskan dari beberapa sektor tersebut, Indonesia adalah 'pemain' yang baik terutama di beberapa sektor misalnya minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sebab itu perseroan juga mempertimbangkan peluang untuk penyaluran kredit di sektor-sektor yang masih memiliki potensi untuk bertumbuh.

"Contoh CPO misalnya di hilirisasi, intinya lebih kepada downstream-nya. Kita masih ada appetite [ketertarikan] jadi masih ada di loan tumbuh," jelasnya.

Sepanjang semester I-2019, BMRI mencatat laba bersih tumbuh 11,1% menjadi Rp 13,5 triliun. Perseroan juga menyampaikan kualitas kredit yang semakin membaik dengan tingkal non peforming loan (NPL ) gross 2,59% turun 54 basis poin (bps) dari tahun lalu.

Pertumbuhan kredit rata-rata tercatat mencapai 12,1% YoY. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh dua segmen utama, yakni Corporate dan Retail yang berfokus pada kredit micro dan consumer.

Per Juni 2019, pembiayaan segmen Corporate secara bank only tumbuh rata-rata 21,2% yoy dengan ending balance (saldo akhir) konsolidasi mencapai Rp 338,4 triliun.

Adapun segmen micro banking secara bank only tumbuh rata-rata 23,6% yoy dengan ending balance konsolidasi mencapai Rp110,4 triliun, dan kredit consumer secara bank only tumbuh rata-rata 9,0% dengan ending balance konsolidasi mencapai Rp 87,3 triliun.

Simak proyeksi kinerja Bank Mandiri.

[Gambas:Video CNBC]




(tas) Next Article Laba BMRI Q1-2021: Kinerja Mansek, Bank Mantap & BSI Terbaik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular