
Harapan Damai Dagang Masih Ada, Harga Minyak Balik Menguat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
27 August 2019 11:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia menguat seiring adanya harapan dibukanya perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Pada perdagangan hari Selasa (27/8/2019) pukul 09:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,41% ke level US$ 58,94/barel.
Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,56% menjadi US$ 53,94/barel.
Di akhir sesi perdagangan hari sebelumnya (26/8/2019), harga Brent dan WTI anjlok masing-masing sebesar 1,08% dan 0,98%.
Anjloknya harga minyak yang terjadi kemarin masih disebabkan oleh risiko eskalasi perang dagang AS-China yang semakin di depan mata.
Akhir pekan lalu eskalasi perang dagang semakin mendekat, bahkan sudah di depan mata.
China mengumumkan rencana peningkatan bea masuk sebesar 5-10% atas produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Bea masuk ini mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yaitu 1 September dan 15 Desember 2019.
Negeri Tirai Bambu juga akan kembali mengenakan bea masuk 25% terhadap mobil-mobil pabrikan AS, serta bea masuk 5% untuk komponennya mulai 15 Desember nanti.
Sebenarnya untuk mobil AS, China sudah pernah mengenakan bea masuk tersebut. Hanya saja pada bulan April silam, pemerintah setempat memutuskan untuk menghapusnya.
Presiden AS Donald Trump, juga melontarkan serangan balasan berupa kenaikan bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar menjadi 30% (dari yang semula 25%) mulai 1 Oktober mendatang.
Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Jika perang dagang terus berlarut-larut dan tereskalasi, maka resesi ekonomi global hanya tinggal menunggu waktu, seperti yang juga diprediksi beberapa analis termasuk dari Bank Goldman Sach, dikutip dari Reuters.
Wajar saja, AS dan China merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Rantai pasokan keduanya terhubung dengan hampir seluruh negara.
Namun belakangan, Trump kembali memberi harapan akan terciptanya damai dagang.
"China menelepon delegasi tingkat tinggi kami di bidang perdagangan tadi malam dan mengatakan 'mari kembali ke meja perundingan' sehingga kami akan melakukannya dan saya rasa mereka ingin melakukan sesuatu. Mereka telah sangat tersakiti namun mereka sadar bahwa inilah langkah yang tepat untuk dilakukan dan saya memiliki rasa hormat yang besar untuk itu. Ini adalah perkembangan yang sangat positif untuk dunia," kata Trump, dilansir dari CNBC International.
Akan tetapi di Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengaku dirinya belum mendengar kabar perihal pembicaraan telepon tersebut.
Kementerian Perdagangan China, yang biasanya merilis pernyataan resmi terkait dialog dagang juga masih belum memberi respon.
Meski demikian, pada hari Senin (26/8/2019), Wakil Perdana Menteri China, Liu He mengatakan bahwa China ingin menyelesaikan sengketa dagang dengan AS melalui negosiasi yang 'tenang'.
"Kami ingin menyelesaikan masalah melalui konsultasi dan kerjasama dengan sikap yang tenang dan dengan tegas menentang eskalasi perang dagang," tulis Liu He melalui siaran pers tertulis.
"Kami yakin bahwa eskalasi perang dagang tidak menguntungkan bagi China, Amerika Serikat, atau kepentingan seluruh dunia."
Setidaknya masih harapan damai dagang belum sirna seutuhnya. Kedua negara masih mungkin untuk melanjutkan perundingan dagang.
Sebelumnya, Trump pernah menyebut perundingan dagang akan dilakukan pada awal September nanti, meski pihak China masih belum mengonfirmasi agenda ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/tas) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Pada perdagangan hari Selasa (27/8/2019) pukul 09:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,41% ke level US$ 58,94/barel.
Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,56% menjadi US$ 53,94/barel.
Anjloknya harga minyak yang terjadi kemarin masih disebabkan oleh risiko eskalasi perang dagang AS-China yang semakin di depan mata.
Akhir pekan lalu eskalasi perang dagang semakin mendekat, bahkan sudah di depan mata.
China mengumumkan rencana peningkatan bea masuk sebesar 5-10% atas produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Bea masuk ini mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yaitu 1 September dan 15 Desember 2019.
Negeri Tirai Bambu juga akan kembali mengenakan bea masuk 25% terhadap mobil-mobil pabrikan AS, serta bea masuk 5% untuk komponennya mulai 15 Desember nanti.
Sebenarnya untuk mobil AS, China sudah pernah mengenakan bea masuk tersebut. Hanya saja pada bulan April silam, pemerintah setempat memutuskan untuk menghapusnya.
Presiden AS Donald Trump, juga melontarkan serangan balasan berupa kenaikan bea masuk produk China senilai US$ 250 miliar menjadi 30% (dari yang semula 25%) mulai 1 Oktober mendatang.
Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Jika perang dagang terus berlarut-larut dan tereskalasi, maka resesi ekonomi global hanya tinggal menunggu waktu, seperti yang juga diprediksi beberapa analis termasuk dari Bank Goldman Sach, dikutip dari Reuters.
Wajar saja, AS dan China merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Rantai pasokan keduanya terhubung dengan hampir seluruh negara.
Namun belakangan, Trump kembali memberi harapan akan terciptanya damai dagang.
"China menelepon delegasi tingkat tinggi kami di bidang perdagangan tadi malam dan mengatakan 'mari kembali ke meja perundingan' sehingga kami akan melakukannya dan saya rasa mereka ingin melakukan sesuatu. Mereka telah sangat tersakiti namun mereka sadar bahwa inilah langkah yang tepat untuk dilakukan dan saya memiliki rasa hormat yang besar untuk itu. Ini adalah perkembangan yang sangat positif untuk dunia," kata Trump, dilansir dari CNBC International.
Akan tetapi di Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengaku dirinya belum mendengar kabar perihal pembicaraan telepon tersebut.
Kementerian Perdagangan China, yang biasanya merilis pernyataan resmi terkait dialog dagang juga masih belum memberi respon.
Meski demikian, pada hari Senin (26/8/2019), Wakil Perdana Menteri China, Liu He mengatakan bahwa China ingin menyelesaikan sengketa dagang dengan AS melalui negosiasi yang 'tenang'.
"Kami ingin menyelesaikan masalah melalui konsultasi dan kerjasama dengan sikap yang tenang dan dengan tegas menentang eskalasi perang dagang," tulis Liu He melalui siaran pers tertulis.
"Kami yakin bahwa eskalasi perang dagang tidak menguntungkan bagi China, Amerika Serikat, atau kepentingan seluruh dunia."
Setidaknya masih harapan damai dagang belum sirna seutuhnya. Kedua negara masih mungkin untuk melanjutkan perundingan dagang.
Sebelumnya, Trump pernah menyebut perundingan dagang akan dilakukan pada awal September nanti, meski pihak China masih belum mengonfirmasi agenda ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/tas) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Most Popular