Terima Kenyataan Saja, Mustahil Rupiah Menguat Hari Ini...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 August 2019 12:20
Perang Dagang Bergulir Menjadi Perang Investasi
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Lagi-lagi perang dagang menjadi 'hantu' bagi pasar keuangan dunia, tidak terkecuali Asia. Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump 'mengumumkan' melalui Twitter bahwa Negeri Paman Sam akan mengumumkan kenaikan bea masuk dari 25% menjadi 30% bagi impor produk China senilai US$ 250 miliar. Selain itu, Trump juga akan mengeksekusi bea masuk baru bagi importasi produk-produk China senilai US$ 300 miliar dengan tarif 15%.

"Mulai 1 Oktober, impor produk China senilai US$ 250 miliar yang saat ini dikenai tarif 25% akan naik menjadi 30%. Sebagai tambahan, impor baru senilai US$ 300 miliar yang awalnya dikenakan tarif 10% dinaikkan menjadi 15% berlaku 1 September. Terima kasih atas perhatiannya!" demikian cuit Trump. China pun tidak terima dan melakukan serangan balasan. Beijing mengumumkan akan menaikkan bea masuk bagi produk-produk made in the USA senilai US$ 75 miliar dari 5% menjadi 10%. Produk-produk tersebut antara lain kedelai, minyak mentah, dan pesawat.

"Keputusan China untuk menaikkan tarif bea masuk didorong oleh sikap AS yang uniteralis dan proteksionis," tegas pernyataan tertulis Kementerian Perdagangan China. Kenaikan ini akan dibagi menjadi dua tahap yaitu 1 September dan 15 Desember.

Tidak cuma perang dagang, perang investasi pun mulai terjadi. Trump meminta perusahaan-perusahaan AS untuk menutup pabrik dan menghentikan produksi di China.

"Perusahaan AS diminta untuk segera mencari alternatif, termasuk membawanya pulang ke rumah dan membuat produk di AS. Kita tidak butuh China dan, jujur saja, akan lebih baik tanpa mereka," cuit Trump di Twitter.


Data Rhodium Group Research Institute menyebutkan, investasi perusahaan AS di China sepanjang 1990-2017 tercatat US$ 256 miliar. Namun sejatinya pemerintah AS tidak punya kendali atas keputusan perusahaan. Bisakah Trump memerintahkan mereka untuk minggar dari China?

Bisa saja. Ada beberapa instrumen yang bisa digunakan oleh sang presiden ke-46 Negeri Adidaya.

Pertama adalah Trump bisa mengumumkan keadaan darurat nasional (national emergency). Jika darurat nasional sudah diterapkan, presiden berwenang untuk memblokade aktivitas perusahaan atau individu.

Kedua, Trump bisa memerintahkan kementerian/lembaga agar melarang perusahaan AS untuk berkompetisi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah jika mereka masih berbisnis di China. Apabila langkah ini ditempuh, maka akan menjadi disinsentif bagi dunia usaha dan mendorong mereka keluar dari Negeri Tirai Bambu.

Ketika adalah AS punya aturan warisan Perang Dunia I, yaitu larangan untuk berdagang dengan pihak musuh (Trading with the Enemy Act 1917). Aturan ini memungkinkan presiden untuk memberi sanksi kepada pihak yang sedang berperang dengan AS. Namun apakah perang dagang bisa dikategorikan sebagai perang, tentu butuh justifikasi yang lebih dalam.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular