Bunga Acuan BI Turun Emisi Obligasi Bargairah, Tapi Awas!

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 August 2019 12:55
Turunnya suku bunga sudah diantisipasi calon emiten obligasi yang memang sudah menggadang-gadang rencana penerbitan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral pada Kamis (22/8/2019) tentu membuat pasar sumringah. Betapa tidak, penantian dikeluarkannya lagi senjata moneter Bank Indonesia (BI) yang ditunggu tersebut akhirnya terealisasi: dua kali berurutan dan di luar ekspektasi.

Terang saja pasar obligasi bergerak positif sehari sebelum pengumuman suku bunga, karena pelaku pasar obligasi lebih sensitif dengan perubahan suku bunga acuan dibandingkan dengan mereka yang di pasar ekuitas.

Dampak paling sederhana dari penurunan suku bunga tersebut adalah biaya bunga yang harus dibayar peminjam dana, baik debitur perbankan maupun penerbit obligasi. Khusus untuk obligasi, penurunan suku bunga berarti bunga yang harus dibayar penerbit melalui kupon kepada investornya akan mengecil. 

Memang, penerbitan dhadakan hampir tidak dimungkinkan, terutama terkait rencana bisnis perusahaan yang umumnya bersifat jangka menengah dan panjang. Namun, turunnya suku bunga sudah diantisipasi mereka yang memang sudah menggadang-gadang rencana penerbitan. 

Sebagai pembanding, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat penerbitan obligasi korporasi tahun lalu Rp 102,33 triliun dari 51 perusahaan, baik dalam bentuk surat utang konvensional, syariah (sukuk), dan obligasi subordinasi atau junior. 

Penerbit terbesar efek utang tahun lalu adalah PT Bank Ekspor Indonesia (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) dengan nilai emisi Rp 9,86 triliun, diikuti PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin, PNBN) Rp 6,8 triliun, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Rp 6,31 triliun.  

Dari sisi pasar modal, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi nilai penerbitan obligasi korporasi akan mencapai Rp 120 triliun-Rp 130 triliun. Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas masih memiliki prediksi penerbitan obligasi korporasi tahun ini akan naik 40% menjadi Rp 140 triliun dari penerbitan tahun lalu.  

Hingga Juli, nilai penerbitan obligasi korporasi tahun ini sudah mencapai Rp 77,93 triliun, sudah lebih dari separuh jumlah penerbitan tahun lalu, tepatnya 76,15%. Artinya, 'hanya' butuh Rp 52,07 triliun-Rp 62,07 triliun penerbitan pada paruh kedua tahun ini untuk menggenapi prediksi Pefindo dan Ariawan.  

"Coba dilihat pada 2017 ketika tren suku bunga acuan dan yield-nya turun, maka penerbitan obligasi korporasinya meningkat," ujarnya sore ini.  

Penerbitan Obligasi Korporasi 2019

SektorJumlah
Keuangan47,735.62
Infrastruktur17,176.25
Properti7121
Industri Dasar5328
Peritel53
Aneka Industri269
Tambang256
Sumber: Tim Riset CNBC Indonesia

Ariawan mencatat nilai penerbitan obligasi korporasi pada 2017 tedongkrak menjadi sekitar Rp 20 triliun pada kuartal I, Rp 40 triliun pada kuartal II, Rp 40 triliun pada kuartal III, dan Rp 50 triliun pada kuartal IV. Ini terjadi setelah BI menurunkan suku bunga dua kali dari 4,75% menjadi 4,25%.

Saat ini, minimal sudah ada tujuh BUMN yang berencana merilis obligasi setidaknya awal tahun depan: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).  

EmitenNilai PenerbitanCatatan
BBRI5,000Bagian dari PUB 20,000
BBTN4,200US$
WSBP1,500Bagian dari PUB 2,000
PTPP2,350Perpetual dan konvensional
JSMR2,000Mempertimbangkan
WTON?Mempertimbangkan
ANTM?Mempertimbangkan
Catatan: Dalam Rp miliar
Sumber: Diolah  

Belum lagi, pemerintah sedang menggodok insentif pajak untuk BUMN infrastruktur, yang memungkinkan investor terkena pajak lebih kecil sehingga biaya penerbitan dan peminjaman (cost of fund) bagi si penerbit obligasi juga bisa lebih murah.

Dampak lanjutannya, langkah tersebut dapat memicu penerbitan dari sektor sejenis lebih banyak lagi, yang artinya mendukung program infrastruktur yang berniat dilanjutkan pemerintah dalam 5 tahun ke depan. 

Namun, jangan lupa juga bahwa penerbitan obligasi oleh BUMN, terutama BUMN Karya, sudah dicermati dan diantisipasi pelaku pasar, salah satunya lembaga pemeringkat obligasi Fitch Ratings. 

Analis Fitch Ratings Thomas Rookmaaker dan Sagarika Chandra dalam risetnya Selasa (20/8/19) menilai ambisi infrastruktur pemerintah masih besar. "Hal tersebut mengindikasikan bahkan BUMN akan kembali memiliki peran penting dalam pendanaan proyek seperti itu [infrastruktur] dan utang mereka dapat naik," ujar Rookmaaker dan Chandra. 

Karena itulah, pemerintah melalui Kementerian BUMN perlu mengefisienkan dan menajamkan strateginya untuk membuat pembiayaan infrastruktur tak terlalu menekan daya utang (leverage) perusahaan pelat merah, seperti misalnya melalui pendayagunaan perusahaan induk (holding) yang sayangnya belum ada kejelasannya sampai sekarang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article Begini Proyeksi Penerbitan Obligasi di Q2-2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular