
Kabar Gembira dari BI Buat IHSG Hanya Turun Tipis
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 August 2019 16:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,07% ke level 6.257,56 pada perdagangan hari ini, dengan cepat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah. Selepas itu, IHSG cenderung terus berada di teritori negatif. Per akhir sesi dua, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,22% ke level 6.239,25.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-2,41%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-3,48%), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk/MIKA (-3,23%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,75%), dan PT Astra International Tbk/ASII (-0,39%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,05%, indeks Shanghai menguat 0,11%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,16%.
Bursa saham utama Benua Kuning berhasil mengikuti jejak Wall Street yang mengakhiri perdagangan kemarin (21/8/2019) di zona hijau: indeks Dow Jones melejit 0,93%, indeks S&P 500 naik 0,82%, dan indeks Nasdaq Composite bertambah 0,9%.
Kinerja Wall Street yang oke dilandasi oleh rilis kinerja keuangan yang menggembirakan dari para peritel yang melantai di sana, yakni Target and Lowe's. Pada penutupan perdagangan, harga saham Target melesat 20,4%, sementara harga saham Lowe's melejit 10,4%.
Di sisi lain, kinerja bursa saham utama Benua Kuning dibatasi oleh rilis risalah dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) edisi Juli 2019.
Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers pasca mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pihaknya hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.
"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."
Nah, pernyataan dari Powell ini dikonfirmasi oleh risalah rapat tersebut. Para pejabat The Fed yang setuju untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu sepakat bahwa keputusan tersebut tak seharusnya dipandang sebagai indikasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas di masa depan.
"Dalam diskusi mereka terkait dengan prospek kebijakan moneter di masa depan, para peserta secara umum menginginkan sebuah pendekatan di mana arah kebijakan (moneter) ditentukan oleh informasi-informasi yang akan datang dan implikasinya untuk prospek perekonomian," tulis risalah rapat The Fed yang dirilis pada dini hari tadi waktu Indonesia, dilansir dari CNBC International.
Risalah tersebut kemudian menyebut kebanyakan peserta rapat memandang bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu "merupakan bagian dari pengkalibrasian ulang atas stance kebijakan (The Fed) atau penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment", di mana itu merupakan respons dari kondisi perekonomian global yang telah berubah.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif dari The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,331%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,871% saja.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kabar Gembira Dari BI Buat IHSG Hanya Turun Tipis Rilis risalah dari pertemuan The Fed terbukti memberikan tekanan yang besar bagi bursa saham tanah air. Pada titik terlemahnya hari ini, IHSG sempat jatuh hingga 0,68%. Namun, IHSG mampu memperbaiki keadannya seiring dengan kehadiran kabar gembira yang dibawa oleh Bank Indonesia (BI).
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai kemarin dan berakhir hari ini, BI memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps, menandai pemangkasan selama dua bulan beruntun.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (22/8/2019).
Keputusan ini merupakan kejutan lantaran konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%, walaupun keputusan ini sejatinya sesuai dengan proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.
Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Perry mengungkapkan ada tiga alasan utama dibalik pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pada hari ini.
Pertama, inflasi yang terjaga. BI menyebut bahwa inflasi untuk tahun 2019 akan berada di bawah titik tengah dari rentang yang dipatok BI yakni 3,5 plus minus satu persen.
Kedua, imbal hasil dari aset keuangan di Indonesia yang menarik sehingga dipercayai akan tetap bisa menarik minat investor asing dan mendukung ketahanan stabilitas eksternal.
Ketiga, BI menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan dieksekusi sebagai langkah preemtif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian yang menghantui perekonomian global. BI menekankan pentingnya mengambil langkah preemtif di tengah besarnya risiko perlambatan ekonomi global.
“Sebagai langkah preemtif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, (memitigasi) dampak perlambatan ekonomi global,” kata Perry.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%. Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Mengapresiasi langkah berani dari BI yang kembali memangkas tingkat suku bunga acuan, pelaku pasar memburu saham-saham di tanah air, walaupun tak sampai mengangkat IHSG ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tepis Pelemahan Bursa Regional, IHSG ke Zona Hijau
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (-2,41%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-3,48%), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk/MIKA (-3,23%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,75%), dan PT Astra International Tbk/ASII (-0,39%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,05%, indeks Shanghai menguat 0,11%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,16%.
Kinerja Wall Street yang oke dilandasi oleh rilis kinerja keuangan yang menggembirakan dari para peritel yang melantai di sana, yakni Target and Lowe's. Pada penutupan perdagangan, harga saham Target melesat 20,4%, sementara harga saham Lowe's melejit 10,4%.
Di sisi lain, kinerja bursa saham utama Benua Kuning dibatasi oleh rilis risalah dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) edisi Juli 2019.
Seperti yang diketahui, dalam konferensi pers pasca mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pihaknya hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.
"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."
Nah, pernyataan dari Powell ini dikonfirmasi oleh risalah rapat tersebut. Para pejabat The Fed yang setuju untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu sepakat bahwa keputusan tersebut tak seharusnya dipandang sebagai indikasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas di masa depan.
"Dalam diskusi mereka terkait dengan prospek kebijakan moneter di masa depan, para peserta secara umum menginginkan sebuah pendekatan di mana arah kebijakan (moneter) ditentukan oleh informasi-informasi yang akan datang dan implikasinya untuk prospek perekonomian," tulis risalah rapat The Fed yang dirilis pada dini hari tadi waktu Indonesia, dilansir dari CNBC International.
Risalah tersebut kemudian menyebut kebanyakan peserta rapat memandang bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan lalu "merupakan bagian dari pengkalibrasian ulang atas stance kebijakan (The Fed) atau penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment", di mana itu merupakan respons dari kondisi perekonomian global yang telah berubah.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif dari The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,331%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,871% saja.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kabar Gembira Dari BI Buat IHSG Hanya Turun Tipis Rilis risalah dari pertemuan The Fed terbukti memberikan tekanan yang besar bagi bursa saham tanah air. Pada titik terlemahnya hari ini, IHSG sempat jatuh hingga 0,68%. Namun, IHSG mampu memperbaiki keadannya seiring dengan kehadiran kabar gembira yang dibawa oleh Bank Indonesia (BI).
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai kemarin dan berakhir hari ini, BI memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps, menandai pemangkasan selama dua bulan beruntun.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (22/8/2019).
Keputusan ini merupakan kejutan lantaran konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%, walaupun keputusan ini sejatinya sesuai dengan proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia bahwa BI akan memangkas tingkat suku bunga acuan, minimal 25 bps.
Dari 13 ekonom yang kami survei, hanya terdapat empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Perry mengungkapkan ada tiga alasan utama dibalik pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi pada hari ini.
Pertama, inflasi yang terjaga. BI menyebut bahwa inflasi untuk tahun 2019 akan berada di bawah titik tengah dari rentang yang dipatok BI yakni 3,5 plus minus satu persen.
Kedua, imbal hasil dari aset keuangan di Indonesia yang menarik sehingga dipercayai akan tetap bisa menarik minat investor asing dan mendukung ketahanan stabilitas eksternal.
Ketiga, BI menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan dieksekusi sebagai langkah preemtif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian yang menghantui perekonomian global. BI menekankan pentingnya mengambil langkah preemtif di tengah besarnya risiko perlambatan ekonomi global.
“Sebagai langkah preemtif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, (memitigasi) dampak perlambatan ekonomi global,” kata Perry.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Saat ini perekonomian Indonesia sedang lesu, kurang bergairah.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%. Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Mengapresiasi langkah berani dari BI yang kembali memangkas tingkat suku bunga acuan, pelaku pasar memburu saham-saham di tanah air, walaupun tak sampai mengangkat IHSG ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Tepis Pelemahan Bursa Regional, IHSG ke Zona Hijau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular