Ekonomi China Selow, Perbankan RI Bakal Kena Getahnya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 August 2019 11:42
Ekonomi China <i>Selow</i>, Perbankan RI Bakal Kena Getahnya?
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai perlambatan ekonomi China akan menghantam bank-bank di sejumlah negara Asia. Apakah salah satunya Indonesia? 

Hari ini, Rabu (21/8/2019), Fitch merilis laporan berjudul China Slowdown Would Hit Banks in Asian Developed Markets Most. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa perbankan di negara-negara yang tergolong maju di Asia mengalami tekanan besar akibat perlambatan ekonomi China. 

Pada kuartal II-2019, ekonomi China tumbuh 6,2%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,4% dan menjadi laju terlemah dalam 27 tahun terakhir.  

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada 2019 sebesar 6,3%, melambat dibandingkan realisasi 2018 yaitu 6,6%. Sementara Bank Dunia meramal ekonomi China tahun ini tumbuh 6,2%. 

 

Baca: Bahaya! Ekonomi China Cuma Tumbuh 6,2%, Terendah 27 Tahun

"Perbankan di negara maju Asia akan menghadapi tekanan paling besar karena profil kredit mereka. Perlambatan ekonomi di China akan membawa risiko di sisi kualitas aset dan profitabilitas," tulis laporan Fitch. 

Lembaga yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat (AS), ini mengajukan asumsi pertumbuhan ekonomi China bisa melambat sampai 3,4% pada 2020 dan kemudian membaik jadi 4,2% pada 2021. Penyebabnya adalah perang dagang dengan AS yang belum kunjung usai. 

"Hipotesis kami menggunakan skenario dampak ekonomi dari pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk-produk China senilai US$ 300 miliar yang akan masuk AS sebesar 25%. Bea masuk ini akan membuat investasi turun drastis sehingga membuat neraca perbankan tertekan," tulis laporan Fitch. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Perbankan di Hong Kong, menurut Fitch, adalah yang paling merasakan getah dari perlambatan ekonomi China. Maklum, eksposur perusahaan-perusahaan China di perbankan Hong Kong mencapai 30%. 

"Kami menurunkan penilaian terhadap iklim perbankan di Hong Kong dari a (outlook stabil) menjadi a+ (outlook negatif) pada 2018 karena meningkatnya eksposur terhadap China Daratan," sebut laporan Fitch. 

Selain Hong Kong, Fitch menilai perbankan di negara lain yang terpukul akibat perlambatan ekonomi China adalah Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan. Perbankan di negara-negara ini juga memiliki eksposur yang tinggi dengan China. 

Bagaimana dengan Indonesia? Fitch menilai perbankan di negara-negara berkembang Asia memang bisa merasakan dampaknya, tetapi lebih disebabkan sentimen negatif, bukan eksposur langsung. 

"Pasar keuangan di negara berkembang Asia bisa terekspos karena perubahan sentimen di pasar, investor menjauhi aset-aset berisiko," sebut Fitch. 

Akibat seretnya arus modal di pasar keuangan, demikian Fitch, ada risiko pelemahan nilai tukar. Ini yang bisa menimbulkan risiko bagi perbankan di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. 


Sejak awal tahun, rupiah menguat 0,94% terhadap dolar AS. Namun akhir-akhir ini kinerja rupiah mengendur, dengan depresiasi 2,15%.



"Perbankan di Indonesia memiliki porsi pinjaman valas yang signifikan. Ini bisa membuat mereka terekspos risiko depresiasi kurs," sebut laporan Fitch.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular