Dibayangi Pelemahan Permintaan, Harga Minyak Terkoreksi

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
20 August 2019 09:32
Bayang-bayang pelemahan permintaan minyak dunia masih menjadi faktor yang memberi beban pada harga si emas hitam.
Foto: Pemadaman api yang terjadi di area jalur pipa Kilang RU V Balikpapan (dok Pertamina)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sempat melonjak lebih dari 2%, harga minyak mentah dunia kembali terkoreksi pada pagi hari ini. Bayang-bayang pelemahan permintaan minyak dunia masih menjadi faktor yang memberi beban pada harga si emas hitam.

Pada perdagangan hari Selasa (20/8/2019) pukul 09:30 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober melemah 0,1% ke level US$ 59,68/barel.

Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) kontrak pengiriman September terkoreksi 0,27% menjadi US$ 56,06/barel.

Sehari sebelumnya (19/8/2019) harga Brent dan WTI ditutup menguat masing-masing sebesar 1,88% dan 2,24%.



Harga minyak mentah masih mendapat tekanan oleh adanya pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Sebagaimana yang telah diketahui, pada Jumat pekan lalu (16/8/2019) OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari menjadi 1,1 juta barel/hari.

Sementara itu, permintaan minyak dunia tahun 2020 diperkirakan ada di level 29,41 juta barel/hari, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.

OPEC juga memberi sinyal bahwa akan ada kondisi surplus minyak pada tahun 2020. Surplus merupakan kondisi dimana pasokan lebih banyak ketimbang permintaan. Hal ini tentu membuat pelaku pasar sulit untuk mengapresiasi harga minyak.

Meski demikian, harga minyak juga masih didorong oleh beberapa sentimen positif. Setidaknya dengan begitu koreksi harga tidak terlalu dalam.

Perkembangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China akhir-akhir ini semakin membaik.

Terbaru, Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan tim negosiasi dagang AS dan China akan berkomunikasi secara intensif dalam 10 hari ke depan. Apabila komunikasi ini positif, maka rencana dialog dagang di Washington pada awal September bisa terlaksana.

Damai dagang yang hakiki antara AS dan China agaknya memang masih jauh. Namun dengan adanya komentar-komentar yang bernada positif, investor bisa sedikit lega.

Selain itu, beberapa negara besar dunia telah menyiapkan berbagai stimulus untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Pada Sabtu pekan lalu (17/8/2019), pemerintah China telah mengumumkan rencana reformasi penetapan suku bunga acuan, yang akan berlaku efektif pada Selasa, 20 Agustus ini. Hari ini, People Bank of China (PBoC) untuk pertama kalinya akan mengumumkan Loan Prime Rate (LPR) secara bulanan dengan mekanisme yang baru.

"Reformasi" ini merupakan ikhtiar Negeri Panda itu guna mempercepat akselerasi penurunan bunga kredit di sektor riil, sehingga membantu menggulirkan perekonomian seiring dengan turunnya biaya pendanaan (cost of fund).

Ini Penyebab Harga Minyak Dunia Anjlok
[Gambas:Video CNBC]

Di Eropa, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz menyatakan Berlin bakal menyediakan tambahan belanja senilai 50 miliar euro (US$ 55 miliar) atau setara dengan Rp 791 triliun. Tambahan ini dipastikan akan membantu mempercepat perputaran roda perekonomian terbesar di zona Euro tersebut.

Dari AS, pejabat Gedung Putih telah mendiskusikan peluang pemangkasan pajak pendapatan gaji warga AS untuk sementara waktu, guna mendorong ekonomi AS, dikutip dari The Washington Post. Sebagaimana diketahui, 67% produk domestik bruto (PDB) AS berasal dari aktivitas konsumsi.

Dengan adanya stimulus tersebut, konsumsi masyarakat kemungkinan besar bisa dijaga, sehingga permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak mentah juga terangkat.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular