Meski Banyak Tekanan, Harga Minyak Tetap Menguat Pekan Ini

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 August 2019 17:55
Harga minyak Brent dan WTI  tercatat menguat masing-masing sebesar 0,19% dan 0,68% dalam lima hari perdagangan terakhir.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Meskipun banyak diterpa banyak sentimen negatif, nyatanya harga minyak mentah dunia masih bisa membukukan penguatan dalam sepekan.

Harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober dan light sweet (West Texas Intermediate/WTI) kontrak pengiriman September tercatat menguat masing-masing sebesar 0,19% dan 0,68% dalam lima hari perdagangan terakhir. Yah, walau harus diakui bahwa penguatan pekan ini agak sedikit terbatas.



Perang dagang AS-China masih menjadi sentimen utama yang menekan harga minyak.

Sebagaimana yang telah diketahui, pada awal bulan Agustus, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan rencana pengenaan bea impor terhadap produk-produk asal China senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya tidak terdampak perang dagang. Tarif ini sedianya mulai berlaku 1 September 2019.


Tak lama berselang, tepatnya pada hari Selasa (6/8/2019), China membalas dengan mengumumkan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu telah berhenti membeli produk pertanian asal AS.

Inilah awal mula dimana pelaku pasar semakin khawatir akan risiko eskalasi perang dagang.

Namun belakangan, pada hari Selasa (13/8/2019) Trump memutuskan untuk menunda implementasi tarif tersebut hingga 15 Desember 2019. Alasannya adalah untuk menjaga konsumsi masyarakat AS menjelang Natal.

Meski demikian tampaknya China masih panas. Pada hari Kamis (15/8/2019) Kementerian Keuangan China mengatakan pihaknya harus mengambil langkah balasan guna merespons rencana Trump [bea masuk 10%].

Beberapa analis memperkirakan jika kemelut AS-China terus berlangsung dan semakin parah, maka perekonomian global akan berisiko mengalami resesi.

Memang, kini aroma damai dagang sudah muncul kembali.

Kemarin, Trump mengatakan bahwa perundingan dengan China masih terus berlangsung.


"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," ujar Trump, dikutip dari Reuters.

Kemudian Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

"Dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.

Namun pelaku pasar masih terus dibayangi ketidakpastian yang tinggi. Kita tahun bahwa Trump suka membuat keputusan yang spontan dan di luar dugaan.

Contohnya pada bulan Mei silam, dimana saat draft kesepakatan dagang sudah dibuat, Trump tiba-tiba menarik diri dan menaikkan bea masuk produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%).

Proyeksi Permintaan Makin Lemah

Atas dasar risiko perekonomian yang begitu tinggi, International Energy Agency (IEA) memprediksi pertubuhan permintaan minyak dunia akan tertekan ke level terendah sejak krisis keuangan 2008.

IEA memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia menjadi tinggal 1,1 juta barel/hari di 2019 dan 1,3 juta barel/hari di tahun 2020.

Sementara pada hari Jumat (16/8/2019), Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) kembali memangkas prediksi permintaan minyak global tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari dan memberi sinyal terjadinya surplus pasokan di tahun 2020.

Permintaan minyak dunia versi OPEC sebesar 29,41 juta barel/hari pada tahun 2020, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.

Jika produksi minyak OPEC tetap ditahan pada level yang sekarang, pada tahun 2020, akan terjadi surplus minyak sebesar 200.000 barel/hari, seperti yang tertulis dalam laporan bulanan OPEC.

Hal itu tentu membuat kondisi pasar minyak mentah dunia kembali diterpa aksi jual. Permintaan yang lesu akan membuat harga berisiko terus mengarah ke bawah.

Tapi setidaknya, harga minyak terbantu oleh harapan adanya pemangkasan produksi yang lebih agresif dari Arab Saudi dan sekutunya.



OPEC Pangkas Pasokan Lebih Banyak?

Arab Saudi tengah berencana menekan ekspor minyak mentah ke bawah level 7 juta barel/hari pada bulan Agustus dan September, meskipun mengaku bahwa permintaan masih tetap tinggi, seperti dikutip dari Reuters.

Uni Emirat Arab (UEA) juga sudah menegaskan komitmennya untuk menjaga pasokan minyak tetap rendah.

Menteri Energi UEA, Suhail al-Mazrouei mengatakan bahwa OPECdan sekutunya akan bertemu pada tanggal 12 September 2019 di Abu Dhabi untuk meninjau ulang kondisi pasar minyak mentah global.

Dengan ini ada harapan bahwa OPEC+ (OPEC dan sekutunya) memangkas pasokan lebih dalam lagi.

Seperti yang telah diketahui, OPEC+ telah sepakat untuk memperpanjang masa pemangkasan pasokan 1,2 juta barel/hari hingga Maret 2020 mendatang.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular