
Rupiah Perkasa, IHSG ke Utara, Isu Resesi Sudah Sirna?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 August 2019 11:47

Dengan pasar keuangan Indonesia yang sekarang positif, kabar baik dari China, dan harapan damai dagang, apakah pelaku pasar tidak perlu khawatir dengan ancaman resesi? Apalagi Janet Yellen, eks Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), menegaskan bahwa sinyal-sinyal yang sering disebut sebagai pertanda resesi palsu belaka?
Jangan dulu. Jangan melepas kuda-kuda, kewaspadaan harus terus dijaga.
Dari sisi yield obligasi pemerintah AS, inversi memang sudah tidak terjadi di tenor dua dan 10 tahun. Namun untuk tenor-tenor lainnya masih punya yield yang lebih tinggi ketimbang 10 tahun.
Oleh karena itu, sebenarnya pelaku pasar masih mengendus adanya risiko dalam jangka pendek. Investor masih meminta 'jaminan' yang lebih tinggi karena ada risiko dan ketidakpastian dalam waktu dekat.
Kemudian soal relasi AS-China. Oke hari ini ada perkembangan yang positif. Namun kita tahu hubungan kedua negara ini sering panas-dingin, mesra-benci. Hari ini mesra, besok bisa benci (biasanya gara-gara celetukan Trump).
Jadi sebelum damai dagang AS-China benar-benar terwujud di atas kertas, ada kesepakatan hitam di atas putih, sebaiknya kewaspadaan harus tetap terpasang. Masih ada bara dalam sekam yang bisa muncul kapan saja.
Lalu dari sisi data-data ekonomi, masih ada aura gloomy. Pada Juli, produksi industri AS turun 0,2% month-on-month (MoM), memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2% MoM. Kemudian pada pekan yang berakhir 10 Agustus, jumlah orang yang mengambil tunjangan pengangguran di AS adalah 220.000, naik 9.000 dibandingkan pekan sebelumnya.
Beralih ke Singapura, ekspor non-migas pada Juli turun 11,2% year-on-year (YoY). Ini menjadi kontraksi kelima berturut-turut.
Teranyar, indeks aktivitas manufaktur di Selandia Baru turun ke 48,2 pada Juli. Indeks yang di bawah 50 berarti dunia usaha mengalami kontraksi, tidak ada ekspansi.
Oleh karena itu, hantu ancaman resesi sebenarnya belum benar-benar pergi. Dia masih menunggu di sudut kamar dan siap bergentayangan ketika malam datang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Jangan dulu. Jangan melepas kuda-kuda, kewaspadaan harus terus dijaga.
Dari sisi yield obligasi pemerintah AS, inversi memang sudah tidak terjadi di tenor dua dan 10 tahun. Namun untuk tenor-tenor lainnya masih punya yield yang lebih tinggi ketimbang 10 tahun.
Kemudian soal relasi AS-China. Oke hari ini ada perkembangan yang positif. Namun kita tahu hubungan kedua negara ini sering panas-dingin, mesra-benci. Hari ini mesra, besok bisa benci (biasanya gara-gara celetukan Trump).
Jadi sebelum damai dagang AS-China benar-benar terwujud di atas kertas, ada kesepakatan hitam di atas putih, sebaiknya kewaspadaan harus tetap terpasang. Masih ada bara dalam sekam yang bisa muncul kapan saja.
Lalu dari sisi data-data ekonomi, masih ada aura gloomy. Pada Juli, produksi industri AS turun 0,2% month-on-month (MoM), memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2% MoM. Kemudian pada pekan yang berakhir 10 Agustus, jumlah orang yang mengambil tunjangan pengangguran di AS adalah 220.000, naik 9.000 dibandingkan pekan sebelumnya.
Beralih ke Singapura, ekspor non-migas pada Juli turun 11,2% year-on-year (YoY). Ini menjadi kontraksi kelima berturut-turut.
Teranyar, indeks aktivitas manufaktur di Selandia Baru turun ke 48,2 pada Juli. Indeks yang di bawah 50 berarti dunia usaha mengalami kontraksi, tidak ada ekspansi.
Oleh karena itu, hantu ancaman resesi sebenarnya belum benar-benar pergi. Dia masih menunggu di sudut kamar dan siap bergentayangan ketika malam datang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular