
Pegang Saham BNGA 20 Tahun: Bukannya Untung Malah Buntung!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2019 06:00

Pada tahun 2018, harga saham Bank CIMB Niaga hancur lebur, yakni terkontraksi sebesar 32,2%. Penyebabnya, NII perusahaan terkontrasi sebesar 3,16% jika dibandingkan dengan tahun 2017, dari Rp 12,4 triliun menjadi Rp 12 triliun.
Terhitung sejak tahun 2003 hingga 2017, tak pernah sekalipun NII perusahaan terkontraksi. Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, NII merupakan sumber penerimaan yang paling utama bagi Bank CIMB Niaga. Wajar jika pelaku pasar memberikan hukuman yang berat terhadap saham perusahaan kala sumber pendapatan utamanya justru terkontraksi.
Pada awal tahun ini, harga saham perusahaan sejatinya mencoba bangkit. Namun, dalam beberapa waktu terakhir pelaku pasar kembali ‘menghajar’ harga saham Bank CIMB Niaga. Terhitung dalam periode 22 Juli 2019 (selepas harga saham BNGA menyentuh titik tertinggi dalam lebih dari empat bulan) hingga 15 Agustus 2019, harga saham perusahaan sudah jatuh sebesar 6,87%, dari Rp 1.165/unit menjadi Rp 1.085/unit.
Penyebabnya ya masih itu-itu saja: kinerja keuangan dari bank yang dipimpin oleh Tigor M. Siahaan tersebut tak menggembirakan. Sedikit mundur, pada kuartal I-2018 laba bersih perusahaan tercatat meroket sebesar 37% secara tahunan menjadi Rp 877 miliar, dari yang sebelumya Rp 640 miliar pada kuartal I-2017. Namun, hawa-hawa bahwa lonjakan laba bersih tak akan mampu dipertahankan di periode-periode berikutnya sejatinya sudah tercium di sini. Pasalnya, NII hanya naik tipis 2% secara tahunan pada kuartal I-2018 menjadi Rp 3,03 triliun, dari yang sebelumnya Rp 3,1 triliun pada kuartal I-2017.
Hal ini kemudian menjadi kenyataan. Pada periode kuartal I-2019, kenaikan laba bersih perusahaan merosot menjadi 7,6% saja secara tahunan (dari 37% pada kuartal I-2018). Sementara itu, NII hanya tumbuh tipis sebesar 0,2% secara tahunan.
Pada tiga bulan kedua tahun ini, sejatinya perusahaan menunjukkan perbaikan. Pada kuartal II-2019, NII perusahaan melonjak 10,9% menjadi Rp 3,3 triliun, dari yang sebelumnya Rp 2,96 triliun pada kuartal II-2018. Kemudian, laba bersih perusahaan naik hingga 15,8% menjadi Rp 1,03 triliun, dari yang sebelumnya Rp 891 miliar pada kuartal II-2018.
Namun jika ditotal untuk semester I-2019, kinerja perusahaan masih terbilang loyo. Kinerja yang relatif oke pada kuartal II-2019 tak cukup untuk mengompensasi kinerja kuartal I-2019 yang mengecewakan.
Untuk periode semester I-2019, NII perusahaan tercatat senilai Rp 6,3 triliun, sementara laba bersih adalah senilai Rp 1,98 triliun. Pertumbuhan laba bersih pada semester I-2019 hanya mencapai 11,8% YoY, terpangkas dengan signifikan dari pertumbuhan pada semester I-2018 yang mencapai 28,1% YoY.
Berbicara mengenai NII, melansir konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv, para analis memproyeksikan perusahaan akan meraup NII senilai Rp 13 triliun pada tahun 2019. Lantas, realisasi hingga semester I-2019 belum mencapai 50% dari yang ditargetkan para analis.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Terhitung sejak tahun 2003 hingga 2017, tak pernah sekalipun NII perusahaan terkontraksi. Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, NII merupakan sumber penerimaan yang paling utama bagi Bank CIMB Niaga. Wajar jika pelaku pasar memberikan hukuman yang berat terhadap saham perusahaan kala sumber pendapatan utamanya justru terkontraksi.
Pada awal tahun ini, harga saham perusahaan sejatinya mencoba bangkit. Namun, dalam beberapa waktu terakhir pelaku pasar kembali ‘menghajar’ harga saham Bank CIMB Niaga. Terhitung dalam periode 22 Juli 2019 (selepas harga saham BNGA menyentuh titik tertinggi dalam lebih dari empat bulan) hingga 15 Agustus 2019, harga saham perusahaan sudah jatuh sebesar 6,87%, dari Rp 1.165/unit menjadi Rp 1.085/unit.
Hal ini kemudian menjadi kenyataan. Pada periode kuartal I-2019, kenaikan laba bersih perusahaan merosot menjadi 7,6% saja secara tahunan (dari 37% pada kuartal I-2018). Sementara itu, NII hanya tumbuh tipis sebesar 0,2% secara tahunan.
Pada tiga bulan kedua tahun ini, sejatinya perusahaan menunjukkan perbaikan. Pada kuartal II-2019, NII perusahaan melonjak 10,9% menjadi Rp 3,3 triliun, dari yang sebelumnya Rp 2,96 triliun pada kuartal II-2018. Kemudian, laba bersih perusahaan naik hingga 15,8% menjadi Rp 1,03 triliun, dari yang sebelumnya Rp 891 miliar pada kuartal II-2018.
Namun jika ditotal untuk semester I-2019, kinerja perusahaan masih terbilang loyo. Kinerja yang relatif oke pada kuartal II-2019 tak cukup untuk mengompensasi kinerja kuartal I-2019 yang mengecewakan.
Untuk periode semester I-2019, NII perusahaan tercatat senilai Rp 6,3 triliun, sementara laba bersih adalah senilai Rp 1,98 triliun. Pertumbuhan laba bersih pada semester I-2019 hanya mencapai 11,8% YoY, terpangkas dengan signifikan dari pertumbuhan pada semester I-2018 yang mencapai 28,1% YoY.
Berbicara mengenai NII, melansir konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv, para analis memproyeksikan perusahaan akan meraup NII senilai Rp 13 triliun pada tahun 2019. Lantas, realisasi hingga semester I-2019 belum mencapai 50% dari yang ditargetkan para analis.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Most Popular