Parah, Yen Sampai Peso Ramai-ramai Keroyok Rupiah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 August 2019 13:31
Parah, Yen Sampai Peso Ramai-ramai Keroyok Rupiah!
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/M Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini sepertinya bukan saat yang indah bagi rupiah. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) dan mata uang utama Asia, rupiah benar-benar tidak berdaya. 

Pada Senin (12/8/2019) pukul 13:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.215 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,11%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS nyaman di kisaran Rp 14.200. 

Di antara mata uang Asia lainnya, depresiasi rupiah menjadi yang terdalam. Memang yuan China, dolar Hong Kong, rupee India, won Korea Selatan, sampai dolar Singapura juga melemah terhadap greenback. Namun pelemahan mereka tidak separah rupiah. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 13:11 WIB: 

 


Tidak cuma di hadapan dolar AS, rupiah juga KO kala satu lawan satu versus mata uang Asia. Rupiah melemah di hadapan yen Jepang sampai peso Filipina. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap rupiah pada pukul 13:14 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Faktor ambil untung (profit taking) sepertinya memainkan peran penting dalam kelesuan rupiah. Di hadapan dolar AS, rupiah sudah menguat 1,35% dalam tiga bulan terakhir. 

Sementara terhadap yuan, rupiah menguat signifikan 3,92% dalam periode yang sama. Kemudian terhadap rupee India, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura, rupiah menguat masing-masing 2,04%, 1,8%, dan 2,45%. 

Jadi agak wajar kalau langkah rupiah selalu dihantui koreksi teknikal. Sebab investor sudah mendapatkan cuan yang lumayan dari rupiah, yang sewaktu-waktu pasti dicairkan. 

Apalagi fundamental rupiah bisa dibilang lemah. Akhir pekan lalu, BI melaporkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 yang membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya terjadi surplus US$ 2,42 miliar. 

Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB). 

Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah. 

Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular