
Parah, Yen Sampai Peso Ramai-ramai Keroyok Rupiah!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 August 2019 13:31

Faktor ambil untung (profit taking) sepertinya memainkan peran penting dalam kelesuan rupiah. Di hadapan dolar AS, rupiah sudah menguat 1,35% dalam tiga bulan terakhir.
Sementara terhadap yuan, rupiah menguat signifikan 3,92% dalam periode yang sama. Kemudian terhadap rupee India, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura, rupiah menguat masing-masing 2,04%, 1,8%, dan 2,45%.
Jadi agak wajar kalau langkah rupiah selalu dihantui koreksi teknikal. Sebab investor sudah mendapatkan cuan yang lumayan dari rupiah, yang sewaktu-waktu pasti dicairkan.
Apalagi fundamental rupiah bisa dibilang lemah. Akhir pekan lalu, BI melaporkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 yang membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya terjadi surplus US$ 2,42 miliar.
Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB).
Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah.
Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sementara terhadap yuan, rupiah menguat signifikan 3,92% dalam periode yang sama. Kemudian terhadap rupee India, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura, rupiah menguat masing-masing 2,04%, 1,8%, dan 2,45%.
Jadi agak wajar kalau langkah rupiah selalu dihantui koreksi teknikal. Sebab investor sudah mendapatkan cuan yang lumayan dari rupiah, yang sewaktu-waktu pasti dicairkan.
Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB).
Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah.
Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular