Gara-gara CAD Jebol, IHSG Hari Ini Mulai Labil

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 August 2019 12:24
Gara-gara CAD Jebol, IHSG Hari Ini Mulai Labil
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan apresiasi sebesar 0,41% ke level 6.300,09, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemudian berangsur-angur memperlebar penguatannya dalam sejam pertama perdagangan. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.319,44 (+0,71% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin, 8/8/2019).

Namun selepas itu, IHSG berangsur-angsur bergerak turun. Per akhir sesi satu, penguatan IHSG hanya tersisa 0,1% ke level 6.280,79. Ada dua faktor yang membuat IHSG menjadi bulan-bulanan selepas membukukan start yang oke.

Pertama, kekhawatiran bahwa perang dagang AS-China akan terus tereskalasi. Melansir CNBC International, People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0136/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 7,0039/dolar AS.

PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru tersebut. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Kala perang dagang AS-China terus saja tereskalasi, dipastikan perekonomian global akan mendapatkan tekanan yang signifikan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Dari dalam negeri, tekanan bagi pasar saham datang dari rilis angka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal II-2019 oleh Bank Indonesia (BI).

Kalau pada kuartal I-2019 NPI membukukan surplus senilai US$ 2,42 miliar, pada kuartal II-2019 situasinya berbalik 180 derajat. NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar.

Bagi yang belum tahu, NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari tanah air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.

Yang lebih membuat geleng-geleng kepala ada pos transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI itu sendiri. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.

Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Pada kuartal II-2019, BI mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.

CAD pada kuartal II-2019 juga lebih dalam ketimbang CAD pada periode yang sama tahun lalu (kuartal-II 2018) yang sebesar 3,01% dari PDB. Bahkan jika dirunut ke belakang, CAD pada kuartal II-2019 merupakan CAD kuartal II terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.


Kala CAD pada dua kuartal pertama tahun ini sudah lebih dalam ketimbang CAD pada dua kuartal pertama tahun lalu, besar kemungkinan bahwa CAD untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan membengkak jika dibandingkan capaian tahun 2018.

Hingga siang hari, rupiah menguat 0,04% melawan dolar AS di pasar spot. Padahal, rupiah sebelumnya sempat menguat hingga 0,18%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
CAD Jebol!
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular