
Rupiah Lesu, Butuh Suntikan Adrenalin dari MH Thamrin!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 August 2019 08:35

Sepertinya 'penyakit' di pasar keuangan Asia masih sama, yaitu kekhawatiran perang dagang AS-China yang juga mengarah ke perang mata uang. Terlihat dari nilai tukar yuan China yang masih saja melemah dan setia di kisaran CNY 7/US$, terlemah sejak Maret 2008.
AS telah menuding China sebagai manipulator mata uang dan akan mengadu ke Dana Moneter Internasional (IMF). Ketika yuan melemah, apalagi jika itu disengaja, maka bisa mendorong kinerja ekspor China dan semakin menekan neraca perdagangan AS. Tentu sebuah praktik yang meresahkan, kalau terbukti sah dan meyakinkan.
Presiden AS Donald Trump terus memberi kode keras agar Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) jangan membiarkan greenback terlalu kuat. Eks taipan properti itu mendorong Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk lebih agresif dalam menurunkan suku bunga acuan.
"Ada tiga bank sentral lagi yang menurunkan suku bunga (India, Thailand, Selandia Baru). Masalah kita bukan China, ekonomi kita kuat. Uang mengalir ke AS sementara China kehilangan perusahaan-perusahaannya yang pindah ke negara lain. Mata uang mereka ditekan.
"Masalah kita adalah The Fed terlalu angkuh untuk mengakui kesalahannya dengan terlalu cepat mengetatkan kebijakan moneter. Mereka harus menurunkan suku bunga dengan cepat, hentikan pengetatan SEKARANG. Yield curve sudah terlalu lebar, dan tidak ada inflasi!
"Inkompetensi adalah sesuatu yang tidak enak untuk dilihat, terlebih saat seseorang begitu mudah melakukannya. Kita akan menang, tetapi akan lebih mudah jika The Fed memahami bahwa kita bersaing dengan negara lain," cuit Trump dalam utas (thread) di Twitter.
Dorongan agar AS juga ikut melemahkan mata uang semakin menggambarkan bahwa perang kurs sudah di depan mata. Ada tendensi menuju devaluasi kompetitif, berbagai negara berlomba-lomba melemahkan mata uangnya demi mendongrak ekspor. Ketika ini terjadi, ucapkan selamat tinggal kepada mekanisme pasar.
Dibayangi oleh risiko perang mata uang yang membesar, wajar jika pelaku pasar cemas bukan main. Aset-aset berisiko di negara berkembang bukan pilihan, arus modal masih menyemut di safe haven seperti yen Jepang, franc Swiss, atau emas.
Dalam dua hari terakhir, rupiah benar-benar terbantu oleh intervensi Bank Indonesia (BI). Saat ini risk appetite pasar masih rendah, sehingga satu-satunya harapan bagi rupiah adalah suntikan adrenalin dari MH Thamrin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
AS telah menuding China sebagai manipulator mata uang dan akan mengadu ke Dana Moneter Internasional (IMF). Ketika yuan melemah, apalagi jika itu disengaja, maka bisa mendorong kinerja ekspor China dan semakin menekan neraca perdagangan AS. Tentu sebuah praktik yang meresahkan, kalau terbukti sah dan meyakinkan.
"Ada tiga bank sentral lagi yang menurunkan suku bunga (India, Thailand, Selandia Baru). Masalah kita bukan China, ekonomi kita kuat. Uang mengalir ke AS sementara China kehilangan perusahaan-perusahaannya yang pindah ke negara lain. Mata uang mereka ditekan.
"Masalah kita adalah The Fed terlalu angkuh untuk mengakui kesalahannya dengan terlalu cepat mengetatkan kebijakan moneter. Mereka harus menurunkan suku bunga dengan cepat, hentikan pengetatan SEKARANG. Yield curve sudah terlalu lebar, dan tidak ada inflasi!
"Inkompetensi adalah sesuatu yang tidak enak untuk dilihat, terlebih saat seseorang begitu mudah melakukannya. Kita akan menang, tetapi akan lebih mudah jika The Fed memahami bahwa kita bersaing dengan negara lain," cuit Trump dalam utas (thread) di Twitter.
Dorongan agar AS juga ikut melemahkan mata uang semakin menggambarkan bahwa perang kurs sudah di depan mata. Ada tendensi menuju devaluasi kompetitif, berbagai negara berlomba-lomba melemahkan mata uangnya demi mendongrak ekspor. Ketika ini terjadi, ucapkan selamat tinggal kepada mekanisme pasar.
Dibayangi oleh risiko perang mata uang yang membesar, wajar jika pelaku pasar cemas bukan main. Aset-aset berisiko di negara berkembang bukan pilihan, arus modal masih menyemut di safe haven seperti yen Jepang, franc Swiss, atau emas.
Dalam dua hari terakhir, rupiah benar-benar terbantu oleh intervensi Bank Indonesia (BI). Saat ini risk appetite pasar masih rendah, sehingga satu-satunya harapan bagi rupiah adalah suntikan adrenalin dari MH Thamrin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular