Rupiah Sudah Tak 'Kurang Darah', IHSG Melesat 1,38%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 August 2019 16:45
Rupiah Sudah Tak 'Kurang Darah', IHSG Melesat 1,38%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,59% pada perdagangan hari ini ke level 6.155,83, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar penguatannya seiring dengan berjalannya waktu. Per akhir sesi dua, IHSG tercatat melesat 1,38% ke level 6.204,2.

IHSG berhasil melaju di zona hijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru terjebak di zona merah: indeks Nikkei turun 0,33%, indeks Shanghai jatuh 0,32%, dan indeks Kospi melemah 0,41%.

Sejatinya, ada kabar positif bagi bursa saham Benua Kuning yakni asa terkait damai dagang AS-China yang sejatinya masih ada. Kemarin (6/8/2019) waktu setempat dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump masih terbuka untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan China.

Jika kesepakatan dagang kedua negara bisa diteken, Kudlow menyebut bahwa akan ada fleksibilitas terkait dengan bea masuk terhadap produk impor asal China.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.

China pun tak terima dengan sikap Trump yang 'ngegas' tersebut. Kemarin pagi waktu setempat, China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Aksi jual di bursa saham Asia tetap dilakukan pada hari ini seiring dengan langkah yang diambil People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China untuk terus menetapkan titik tengah yuan di level yang lebih lemah.

Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 6,9996/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 6,9683/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Sektor barang konsumsi atau konsumer menjadi salah satu motor penguatan IHSG. Hingga akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi mencetak penguatan sebesar 1,56%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar kedua bagi IHSG.

Saham-saham konsumer yang banyak diburu pelaku pasar pada hari ini di antaranya: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+4,18%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+3,25%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,77%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,4%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,13%).

Aksi beli atas saham-saham konsumer terjadi kala keyakinan masyarakat Indonesia semakin melemah. Kemarin, Bank Indonesia (BI) merilis publikasi survei konsumen untuk periode Juli 2019.

Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat turun selama dua bulan beruntun. Pada Juli 2019, IKK berada di level 124,8, turun dari capaian pada bulan Juni yang sebesar 126,4.

Untuk diketahui, angka di atas 100 menunjukkan optimisme, sementara angka di bawah 100 menunjukkan pesimisme. Walaupun masyarakat masih optimistis terhadap perekonomian Indonesia, namun optimismenya melemah jika dibandingkan dengan bulan Juni. Hal ini seharusnya bisa menjadi sentimen negatif bagi saham-saham konsumer.

Namun jika ditelisik lebih jauh, ternyata survei konsumen yang dipublikasikan oleh BI memang mendukung untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan beli atas saham-saham konsumer.

Sebagai informasi, IKK dibentuk oleh dua komponen yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK). Pada Juli 2019, IKE tercatat senilai 111,2, turun dibandingkan capaian bulan Juni yang sebesar 114,7. Sementara itu, IEK tercatat naik menjadi 138,4 pada bulan Juli, dari yang sebelumnya 138,1 pada bulan Juni.

Ini artinya, turunnya IKK pada bulan Juli disebabkan oleh melempemnya optimisme atas kondisi perekonomian saat ini, sementara untuk kondisi perekonomian di masa mendatang, masyarakat Indonesia memiliki optimisme yang semakin kuat.

Membuncahnya optimisme terhadap prospek penghasilan (gaji/upah) di bulan-bulan mendatang menjadi faktor di balik naiknya IEK. Pada bulan lalu, Indeks Ekspektasi Penghasilan tercatat naik sebesar 4 poin menjadi 150,2, dari yang sebelumnya 146,2 pada bulan Juni.

Kenaikan IEK (yang didorong oleh membuncahnya optimisme terhadap prospek penghasilan di bulan-bulan mendatang) mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia akan meningkatkan konsumsinya. Hal ini tentu membuat emiten-emiten konsumer berpotensi untuk membukukan penjualan yang lebih tinggi.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 Dari dalam negeri, rupiah yang sudah tak lagi ‘kurang darah’ ikut berkontribusi dalam mendorong pelaku pasar saham tanah air melakukan aksi beli dengan intensitas yang besar. Pada hari ini, rupiah mencetak penguatan sebesar 0,32% di pasar spot ke level 14.215/dolar AS.

Apresiasi rupiah pada hari ini lantas memutus gelombang depresiasi yang sudah berlangsung selama empat hari.

Sentimen positif bagi mata uang Garuda datang dari rilis angka cadangan devisa periode Juli 2019. Per akhir Juli 2019, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa adalah senilai US$ 125,9 miliar, naik US$ 2,1 miliar dari bulan sebelumnya (Juni 2019).

Dalam siaran persnya, BI menyebut bahwa posisi cadangan devisa per akhir Juli 2019 tersebut setara dengan pembiayaan 7,3 bulan impor atau 7 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional yang sekitar 3 bulan impor.

Kenaikan cadangan devisa berarti BI memiliki amunisi yang semakin banyak untuk menstabilkan rupiah (intervensi) kala terjadi depresiasi yang signifikan. Hal tersebut membuat pelaku pasar kembali ke pelukan rupiah.

Sayang, apresiasi rupiah gagal mendorong investor asing untuk melakukan aksi beli di pasar saham tanah air. Pasca kemarin sudah membukukan jual bersih senilai Rp 2 triliun di pasar reguler, pada hari ini investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 138,6 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular