
Ambyar! Selama 4 Hari, Rupiah Anjlok 2,27% di Kurs Tengah BI
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2019 10:43

Hari ini, seperti kemarin, pasar keuangan Asia berenang di lautan merah. Di pasar valas, berbagai mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS. Bahkan rupee India melemah nyaris 2%.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pukul 10:26 WIB:
Sementara di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok di kisaran 1,5%. Bursa saham utama Asia pun melemah, koreksi 1-2% adalah pemandangan biasa.
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 10:28 WIB:
Sejak akhir pekan lalu, pelaku pasar mencemaskan hubungan AS-China yang kembali panas. Ketegangan diawali dengan ancaman Presiden AS Donald Trump yang akan mengenakan bea masuk 10% bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar. Rencananya kebijakan itu akan berlaku mulai 1 September.
China tidak terima dan membalas. Bahkan balasan China lebih pedih.
Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7.
Yuan memang tidak sepenuhnya bergerak berdasarkan mekanisme pasar. Bank Sentral China (PBoC) setiap hari menetapkan nilai tengah yuan. Mata uang ini diperkenankan untuk melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah itu.
Hari ini, titik tengah yuan berada di CNY 6,9683/US$. Namun di pasar spot, yuan masih setia di kisaran CNY 7.
Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa China sengaja membiarkan yuan melemah. Pelemahan yuan akan membuat ekspor China tetap kompetitif karena produk-produk Negeri Tirai Bambu lebih murah di pasar global.
Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif. Perang mata uang sudah di depan mata.
Situasi yang semakin panas membuat pelaku pasar emoh bermain api di aset-aset berisiko di negara berkembang. Bermain aman adalah kunci, sehingga arus modal berlarian menuju instrumen safe haven seperti yen Jepang, franc Swiss, dan emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pukul 10:26 WIB:
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 10:28 WIB:
Sejak akhir pekan lalu, pelaku pasar mencemaskan hubungan AS-China yang kembali panas. Ketegangan diawali dengan ancaman Presiden AS Donald Trump yang akan mengenakan bea masuk 10% bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar. Rencananya kebijakan itu akan berlaku mulai 1 September.
China tidak terima dan membalas. Bahkan balasan China lebih pedih.
Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7.
Yuan memang tidak sepenuhnya bergerak berdasarkan mekanisme pasar. Bank Sentral China (PBoC) setiap hari menetapkan nilai tengah yuan. Mata uang ini diperkenankan untuk melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah itu.
Hari ini, titik tengah yuan berada di CNY 6,9683/US$. Namun di pasar spot, yuan masih setia di kisaran CNY 7.
Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa China sengaja membiarkan yuan melemah. Pelemahan yuan akan membuat ekspor China tetap kompetitif karena produk-produk Negeri Tirai Bambu lebih murah di pasar global.
Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif. Perang mata uang sudah di depan mata.
Situasi yang semakin panas membuat pelaku pasar emoh bermain api di aset-aset berisiko di negara berkembang. Bermain aman adalah kunci, sehingga arus modal berlarian menuju instrumen safe haven seperti yen Jepang, franc Swiss, dan emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular