Ambyar! Selama 4 Hari, Rupiah Anjlok 2,27% di Kurs Tengah BI

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2019 10:43
Ambyar! Selama 4 Hari, Rupiah Anjlok 2,27% di Kurs Tengah BI
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah lagi di kurs acuan Bank Indonesia (BI). Rupiah sudah terdepresiasi selama empat hari beruntun. 

Pada Selasa (6/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.344. Rupiah melemah 0,79% dan menyentuh titik terlemah sejak 17 Juni. 

Pelemahan ini menggenapi depresiasi rupiah di kurs tengah BI menjadi empat hari berturut-turut. Selama periode ini, rupiah sudah melemah 2,27%. 



Sementara di perdagangan pasar spot, nasib rupiah tidak jauh berbeda. Pada pukul 10:17 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.310. Rupiah melemah 0,42% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 


Walau masih melemah, tetapi sebenarnya kondisi rupiah sudah lebih baik. Sebab rupiah sempat melemah sampai 0,7%. Sepertinya Bank Indonesia (BI) begitu aktif di pasar 'membela' rupiah. Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, mengungkapkan MH Thamrin masuk ke pasar obligasi negara dan valas. 

"BI sedang menjaga rupiah dengan masuk ke pasar SBN (Surat Berharga Negara). Sementara untuk intervensi di pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards), lelang dibuka pukul 08:30 WIB dan akan dilanjutkan dengan intervensi sampai close," papar Nanang. 


Namun walau mendapat pengawalan ketat dari BI, rupiah tidak kuasa lepas dari jeratan zona merah. Pasalnya, sentimen negatif dari luar begitu luar biasa. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Hari ini, seperti kemarin, pasar keuangan Asia berenang di lautan merah. Di pasar valas, berbagai mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS. Bahkan rupee India melemah nyaris 2%. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pukul 10:26 WIB: 



Sementara di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok di kisaran 1,5%. Bursa saham utama Asia pun melemah, koreksi 1-2% adalah pemandangan biasa. 

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 10:28 WIB: 

 


Sejak akhir pekan lalu, pelaku pasar mencemaskan hubungan AS-China yang kembali panas. Ketegangan diawali dengan ancaman Presiden AS Donald Trump yang akan mengenakan bea masuk 10% bagi importasi produk China senilai US$ 300 miliar. Rencananya kebijakan itu akan berlaku mulai 1 September. 

China tidak terima dan membalas. Bahkan balasan China lebih pedih. 

Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7. 

Yuan memang tidak sepenuhnya bergerak berdasarkan mekanisme pasar. Bank Sentral China (PBoC) setiap hari menetapkan nilai tengah yuan. Mata uang ini diperkenankan untuk melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah itu. 

Hari ini, titik tengah yuan berada di CNY 6,9683/US$. Namun di pasar spot, yuan masih setia di kisaran CNY 7. 

Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa China sengaja membiarkan yuan melemah. Pelemahan yuan akan membuat ekspor China tetap kompetitif karena produk-produk Negeri Tirai Bambu lebih murah di pasar global. 

Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif. Perang mata uang sudah di depan mata. 

Situasi yang semakin panas membuat pelaku pasar emoh bermain api di aset-aset berisiko di negara berkembang. Bermain aman adalah kunci, sehingga arus modal berlarian menuju instrumen safe haven seperti yen Jepang, franc Swiss, dan emas.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular