
AS-China Hingga Hong Kong Panas, Bursa Saham Asia Kebakaran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 August 2019 17:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak menutup perdagangan pertama di pekan ini di zona merah: indeks Nikkei ambruk 1,74%, indeks Shanghai melemah 1,62%, indeks Hang Seng anjlok 2,85%, indeks Straits Times turun 2,04%, dan indeks Kospi terkoreksi 2,56%.
Panasnya bara perang dagang AS-China sukss memantik aksi jual secara besar-besaran di bursa saham Benua Kuning. Pada hari Kamis (1/8/2019), Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang.
Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
[Gambas:Twitter]
Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.
Melansir CNBC International yang mengutip pemberitaan Wall Street Journal, ternyata keputusan dari Trump ini ditentang oleh para pejabat Gedung Putih lainnya. Keputusan Trump yang sekaligus mengakhiri gencatan senjata yang disepakati dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir Juni pada awalnya tak disetujui oleh nyaris seluruh penasihatnya, termasuk oleh Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.
Namun, Trump dikabarkan tetap kekeh untuk kembali meluncurkan serangan terhadap China. Para penasihatnya pun pada akhirnya ikut membantu Trump untuk menulis cuitan yang berisi pengumuman bahwa gencatan senjata antara AS dan China akan diakhiri.
Di sisi lain, China dibuat panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi "pemerasan" yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.
"Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Ketika perang dagang AS-China tereskalasi, laju perekonomian keduanya, berikut perekonomian global, akan semakin tertekan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Selain bara perang dagang AS-China yang masih panas, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari situasi di Hong Kong yang juga membara. Hingga hari ini, aksi protes besar-besaran di Hong Kong masih juga terjadi. Pada pagi hari tadi, demonstran menggelar aksinya di stasiun-stasiun Mass Transit Railway (MTR) dengan mencegah masyarakat yang ingin berpergian dari menggunakan moda transportasi tersebut.
Aksi protes ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Panasnya bara perang dagang AS-China sukss memantik aksi jual secara besar-besaran di bursa saham Benua Kuning. Pada hari Kamis (1/8/2019), Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang.
Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
[Gambas:Twitter]
Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.
Melansir CNBC International yang mengutip pemberitaan Wall Street Journal, ternyata keputusan dari Trump ini ditentang oleh para pejabat Gedung Putih lainnya. Keputusan Trump yang sekaligus mengakhiri gencatan senjata yang disepakati dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir Juni pada awalnya tak disetujui oleh nyaris seluruh penasihatnya, termasuk oleh Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.
Namun, Trump dikabarkan tetap kekeh untuk kembali meluncurkan serangan terhadap China. Para penasihatnya pun pada akhirnya ikut membantu Trump untuk menulis cuitan yang berisi pengumuman bahwa gencatan senjata antara AS dan China akan diakhiri.
Di sisi lain, China dibuat panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi "pemerasan" yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.
"Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Ketika perang dagang AS-China tereskalasi, laju perekonomian keduanya, berikut perekonomian global, akan semakin tertekan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Selain bara perang dagang AS-China yang masih panas, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari situasi di Hong Kong yang juga membara. Hingga hari ini, aksi protes besar-besaran di Hong Kong masih juga terjadi. Pada pagi hari tadi, demonstran menggelar aksinya di stasiun-stasiun Mass Transit Railway (MTR) dengan mencegah masyarakat yang ingin berpergian dari menggunakan moda transportasi tersebut.
Aksi protes ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular