Setelah 14 Tahun Omzet GGRM Salip HMSP, Bagaimana Valuasinya?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 August 2019 10:45
Sebagai informasi, nilai omzet yang dicatatkan GGRM pada semester I-2019 mencapai Rp 52,74 triliun, sedangkan HMSP hanya sebesar Rp 50,72 triliun.
Foto: Ilustrasi Produk Rokok (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada paruh pertama tahun ini, total pendapatan yang dibukukan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) untuk pertama kalinya dalam 14 tahun mampu mengungguli capaian yang dicatatkan oleh kompetitornya PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).

Sebagai informasi, nilai omzet yang dicatatkan GGRM pada semester I-2019 mencapai Rp 52,74 triliun, sedangkan HMSP hanya sebesar Rp 50,72 triliun.

Namun, meski GGRM mampu menyalip HMSP dari segi omzet, tetapi apakah produsen rokok yang berbasis di Kediri tersebut juga mampu unggul dari sisi lainnya, seperti pertumbuhan, imbal hasil, resiko kredit.


Tidak hanya itu, sebelum memilih untuk mengkoleksi salah satu emiten HMSP atau GGRM, investor juga perlu mencermati manakah di antara kedua emiten tersebut yang harga sahamnya tergolong mahal?

Beberapa rasio keuangan yang umum digunakan untuk menganalisa kondisi di atas diantaranya marjin bersih (Net Profit Margin/NPM), rasio laba terhadap total aset (Return On Asset/ROA), rasio laba terhadap modal (Return On Equity/ROE), rasio utang terhadap total modal (Debt to Equity ratio/DER), dan rasio harga terhadap laba (Price Earnings Ratio/PER).

ROA dan ROE mengindikasi kemampuan perusahaan memanfaatkan aset dan modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilainnya, semakin besar imbal hasil yang didapat perusahaan.

DER menunjukkan tingkat utang perusahaan yang dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas. DER bisa menjadi cerminan resiko kredit perusahaan, semakin tinggi nilainya maka semakin besar resiko kredit.


Sedangkan PER mengimplikasikan berapa ekspektasi investor terhadap return (perolehan) emiten. Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER-nya lebih besar dibanding PER Industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER-nya lebih rendah dibanding PER industri.



Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa GGRM pada paruh pertama tahun ini tumbuh lebih pesat dibandingkan HMSP, baik dari segi pendapatan maupun laba.

Akan tetapi, jika ditilik dari segi tingkat imbal hasil, produsen rokok milik Philip Morris jauh lebih unggul dibandingkan GGRM.

Pasalnya nilai marjin bersih (NPM) HMSP mencapai 13,35%, dimana GGRM hanya 8,12%. Selain itu, tingkat pengembalian HMSP baik terhadap aset maupun modal juga dua kali lipat lebih unggul dengan perolehan masing-masing sebesar 15,7% dan 23,77%. Sedangkan ROA dan ROE untuk GGRM masing-masing hanya sebesar 6,42% dan 9,64%.

Sementara itu, profil resiko kredit kedua pemain utam industri rokok Tanah Air terbilang mirip. Hal ini dikarenakan perolehan DER untuk HMSP ada level 0,51 kali dan GGRM senilai 0,5 kali.

Nah, bagaimana dengan Analisa harga saham perusahaan? Manakah yang lebih mahal.

Melansir data laporan statistik periode Juni Bursa Efek Indonesia (BEI), PER untuk industri rokok adalah 7,68 kali. Hal ini berarti, baik GGRM maupun HMSP tergolong mahal atau overpriced

Akan tetapi, patut diingat bahwa nilai PER industri dihitung setelah mempertimbangkan dua emiten rokok lainnya, yang baik dari sisi omzet maupun laba jauh di bawah HMSP dan GGRM.

Meskipun demikian, hasil tersebut secara tidak langsung menggambarkan bahwa pelaku pasar menaruh ekspektasi yang besar terhadap tingkat keuntungan yang akan diperoleh kedepannya. Terutama pada tingkat keuntungan HMSP karena PER-nya mencapai 51,72.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Sempat Terpukul Rencana Cukai, Saham GGRM Rebound 3,68%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular