'Dikhianati' The Fed, Begini Lesunya Pasar Keuangan Indonesia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 August 2019 11:53
'Dikhianati' The Fed, Begini Lesunya Pasar Keuangan Indonesia
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia begitu muram pada hari pertama Agustus ini. Pasar saham, pasar obligasi, hingga rupiah semuanya kompak melemah.

Pelaku pasar keuangan Tanah Air tampaknya merasa 'dikhianati' oleh Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Pada dini hari tadi (31 Juli waktu AS), The Fed mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps (basis poin) menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.

Keputusan The Fed kali ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.

Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian, serta rendahnya tekanan inflasi.

Dalam rilis resminya, The Fed membuka pintu pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan "bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi".

'Dikhianati' The Fed, Begini Lesunya Pasar Keuangan IndonesiaFoto: Jerome Powell (REUTERS/Erin Scott)

Namun, yang menjadi masalah dan mengagetkan pelaku pasar adalah kala Jerome Powell selaku Gubernur The Fed menggelar konferensi pers.

Dalam konferensi pers, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".

Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.


"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.

"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa Federal Funds Rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."

Di sini, pelaku pasar merasa 'dikhianati' oleh The Fed. Pasalnya, sebelumnya para pejabat The Fed mengeluarkan pernyataan yang begitu dovish (kalem) sehingga diinterpretasikan oleh pelaku pasar bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 30 Juli 2019 atau sebelum The Fed mengumumkan hasil rapatnya, pelaku pasar berekspektasi bahwa akan ada dua hingga tiga pemangkasan tingkat suku bunga acuan di sepanjang tahun ini.

Probabilitas The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak satu kali pada tahun ini hanyalah 12,9%.

Kini (berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 31 Juli 2019), probabilitas bahwa The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak satu kali pada tahun ini (sudah dieksekusi pada dini hari tadi) melonjak menjadi 43,3%.

LANJUT KE HALAMAN 2>>: IHSG, Obligasi, & Rupiah Loyo

IHSG Melemah Tipis
Hingga berita ini diturunkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditransaksikan melemah 0,07% ke level 6.386,33.

Kekhawatiran bahwa perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing sukses memantik aksi jual di pasar saham Tanah Air. Hard landing menjadi mungkin untuk dialami AS mengingat The Fed tampaknya tak akan memangkas tingkat suku bunga acuannya secara agresif.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.

Kala AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia mengalami hard landing, tentulah perekonomian negara-negara lain, termasuk Indonesia, juga akan mendapatkan tekanan yang signifikan.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai melemah 0,86%, indeks Hang Seng jatuh 0,76%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,12%. 


Yield Obligasi Bergerak ke Utara
Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia seri acuan bergerak ke utara (naik).

Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 tahun (FR0077), 10 tahun (FR0078), 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079).

Pada hari ini, yield obligasi tenor 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun naik masing-masing sebesar 8 bps, 6 bps, 9 bps, dan 5,4 bps. Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Ekspektasi bahwa tak akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara agresif dari The Fed membuat pasar obligasi AS terkoreksi.

Pada perdagangan kemarin (31/7/2019), yield obligasi AS tenor 2 tahun yang paling merepresentasikan kebijakan suku bunga acuan The Fed tercatat naik sebesar 4 bps, dari 1,848% menjadi 1,888%. Melansir CNBC International, yield obligasi AS tenor 2 tahun sempat melejit hingga ke atas level 1,95%.


Kala tingkat suku bunga acuan cenderung berada di level yang tinggi, maka pelaku pasar akan lebih tertarik untuk menanamkan dananya di instrumen deposito sehingga obligasi pun menjadi dilego.

Koreksi pasar obligasi AS pada akhirnya membuat obligasi di tanah air ikut dilego pelaku pasar.

Rupiah Babak Belur
Beralih ke rupiah, mata uang Garuda pada hari ini ‘babak belur. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah hingga 0,59% di pasar spot ke level Rp 14.095/dolar AS, menandai depresiasi terdalam yang dibukukan rupiah semenjak 13 Mei 2019.


Dolar AS memang sedang begitu perkasa, terlihat dari indeks dolar AS yang menguat hingga 0,31%. Sebagai informasi, indeks dolar AS merupakan indeks yang menggambarkan kinerja dolar AS melawan mata uang negara-negara mitra dagang utamanya.

Kala The Fed tak kelewat agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuan, imbal hasil dari instrumen berpendapatan tetap di sana akan berada di level yang relatif tinggi. Akibatnya, aliran modal asing berlarian meninggalkan rupiah dan menyemut di dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Jaga Momentum Pertumbuhan, The Fed Pangkas Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular