The Fed Bikin Rupiah Sentuh Rp 14.100/US$, Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 August 2019 08:45
The Fed Bikin Rupiah Sentuh Rp 14.100/US$, Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS sudah menyentuh Rp 14.100. 

Pada Kamis (1/8/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.055 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, rupiah semakin lemah. Pada pukul 08:35 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.100 di mana rupiah melemah 0,63%. 



Namun depresiasi bukan monopoli rupiah. Seluruh mata uang utama Asia tidak berdaya di hadapan dolar AS, tidak ada yang selamat dari amukan greenback. 

Hanya saja, pelemahan 0,63% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Soal melemah di hadapan dolar AS, rupiah jagonya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:38 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Ada dua sentimen besar yang mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Dari sisi eksternal, dolar AS memang sedang menguat. Pada pukul 08:14 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,37%. 

Mata uang Negeri Paman Sam menguat setelah komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) mengumumkan suku bunga acuan yang baru. Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat sepakat untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%. 

Sebenarnya penurunan ini sudah diantisipasi dan masuk perhitungan. Penurunan suku bunga semestinya berdampak negatif terhadap dolar AS. Namun mengapa mata uang tersebut malah perkasa? 


Penyebabnya adalah pernyataan Powell yang mengiringi keputusan penurunan suku bunga. Pengganti Janet Yellen ini membuka peluang bahwa The Fed tidak akan melakukan penurunan suku bunga secara agresif. Bisa jadi ini adalah penurunan yang terakhir sebelum ada kebijakan serupa yang tidak terjadi dalam waktu dekat. 

"Saya perjelas. Ini bukan sebuah awal dari rangkaian penurunan suku bunga. Namun saya tidak mengatakan hanya akan sekali penurunan," kata Powell dalam jumpa pers usai rapat FOMC, seperti diberitakan Reuters. 

Pernyataan Powell mengundang berbagai reaksi, termasuk dari Presiden AS Donald Trump. Presiden ke-46 tersebut menilai The Fed mengecewakan. 

"Apa yang pasar ingin dengar dari Jay Powell dan Federal Reserves adalah ini merupakan awal dari pemangkasan suku bunga yang panjang dan agresif agar kita bisa menjaga jarak dengan China, Uni Eropa, dan negara-negara lain. Seperti biasa, Powell membuat kita kecewa. Namun setidaknya dia tidak lagi menerapkan kebijakan moneter ketat, sesuatu yang seharusnya memang tidak dilakukan," sembur Trump melalui utas (thread) di Twitter. 

Ya, suku bunga acuan memang turun. Namun The Fed menegaskan tidak akan ada penurunan yang agresif. Bahkan kemungkinan tidak ada penurunan lagi hingga akhir tahun. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan AS tetap di posisi saat ini pada akhir 2019 adalah 43,2%. Sementara peluang untuk turun 25 bps lagi ke 1,75-2% adalah 30,9%. 

Perkembangan ini memberi angin kepada dolar AS. Tanpa pemangkasan suku bunga yang agresif, berinvestasi di dolar AS tidak rugi-rugi amat. Dolar AS kembali kebanjiran peminat sehingga nilainya menguat. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Faktor kedua yang membayangi rupiah adalah penantian investor akan rilis data inflasi Juli 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data ini pada pukul 11:00 WIB nanti. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Juli secara bulanan (month-on-month/MoM) berada di 0,25%. Sementara inflasi tahunan atau year-on-year (YoY) diperkirakan sebesar 3,25%. Sedangkan inflasi inti secara tahunan berada di 3,175%. 


Jika ekspektasi di atas terwujud, maka laju inflasi melambat dibandingkan Juni. Kala itu, inflasi MoM adalah 0,55%, inflasi YoY 3,28%, dan inflasi inti YoY adalah 3,25%. 

Oleh karena itu, ruang bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan masih terbuka. Gubernur Perry Warjiyo beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate bulan ini kemungkinan bukan yang pertama. 


Penurunan suku bunga acuan akan membuat prospek ekonomi Indonesia lebih cerah. Sebab, penurunan suku bunga acuan (diharapkan) bisa menurunkan bunga kredit sehingga rumah tangga dan korporasi bisa berekspansi. 

Tanda-tanda perbaikan sudah terlihat kemarin saat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan angka realisasi investasi kuartal II-2019. Setelah terkontraksi alias negatif selama empat kuartal beruntun, Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment/FDI) tumbuh 9,6% YoY. 


Jika suku bunga kredit bisa turun seiring pemangkasan BI 7 Day Reverse Repo Rate, maka buka tidak mungkin investasi akan lebih menggeliat. Saat investasi meningkat, lapangan kerja bertambah dan konsumsi rumah tangga meningkat. Kalau ini terjadi, maka dijamin ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi lagi.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular