
Poles Lapkeu Garuda, BPK: Jangan Bikin Investor Saham Tertipu
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
01 August 2019 06:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejanggalan dalam penyajian laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membuat auditor negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), harus mengambil tindakan demi mengamankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan hasil temuan BPK, banyak hal yang janggal dalam kontrak kerja sama antara Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Technology.
Pasalnya, menurut Anggota III BPK Achsanul Qosasi hasil pemeriksaan menemukan fakta bahwa perusahaan baru berdiri setahunan dan cuma punya modal disetor Rp 15 miliar, tapi harus menanggung utang Rp 3,35 triliun atau US$ 239 juta ke Garuda.
"Waktu itu kami minta, hingga akhir Juni ada langkah-langkah yang dilakukan untuk menyediakan dana US$ 239 juta. Agar tagihan Garuda ke Mahata merupakan tagihan yang riil," tegas Anggota III BPK Achsanul Qosasi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Senin (29/07/2019).
BPK tidak ingin tagihan tersebut hanya untuk memperbesar penerimaan Garuda, tanpa kejelasaan ada penerimaan. Minimal Mahata harus menyediakan Bank Guarantee senilai pendapatan tersebut agar bisa dibuktikan sebagai pendapatan.
"Saya rasa sulit untuk dua-duanya mereka penuhi saat itu. Faktanya, selama 2018 atau selama periode perjanjian tidak ada alat (wifi) yang di pasang di pesawat. Bagaimana mungkin alat belum dipasang, penerimaan sudah diakui," jelasnya.
Menurut Achsanul, sebagai perusahaan publik, seharusnya Garuda tidak perlu "memoles" laporan keuangan agar terlihat mencetak laba yang dipaksakan dengan melakukan financial engineering.
Dia menegaskan bawah memang wajar bila Garuda masih merugi, namun jangan sampai manajemen melakukan hal yang konyol dengan menipu market.
Menurut Achsanul, BPK sempat mendatangi kantor Mahata untuk melakukan pemeriksaan dan memastikan kemampuan perusahaan tersebut untuk memenuhi kontrak.
"Mahata juga kami datangi kantornya dan tanyakan direksinya bagaimana perusahaan yang baru berdiri setahun bisa tanda tangan kerja sama tersebut," kata Achsanul.
Hasil akhir dari pemeriksaan tersebut BPK menyampaikan tiga rekomendasi atas laporan keuangan maskapai dengan kode saham GIAA tersebut, antara lain:
Pertama, menghentikan kerja sama dengan PT. Mahata Aero Technology. Perjanjian ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah standar akuntansi.
Kedua, Garuda harus melakukan restatement terhadap laporan keuangan 2018.
Ketiga, BPK memberikan surat kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN agar memberikan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit Laporan Keuangan Garuda 2018.
"Jangan sampai investor yang membeli saham Garuda merasa ditipu, karena ini tidak bagus," pungkasnya.
Manajemen sudah memenuhi sanksi yang diberikan yakni menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan 2018. Hasilnya, induk usaha Citilink Indonesia dan GMF Aeroasia ini mengalami kerugian US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article BPK Tengah Periksa Laporan Keuangan GIAA, What's Next?
Berdasarkan hasil temuan BPK, banyak hal yang janggal dalam kontrak kerja sama antara Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Technology.
Pasalnya, menurut Anggota III BPK Achsanul Qosasi hasil pemeriksaan menemukan fakta bahwa perusahaan baru berdiri setahunan dan cuma punya modal disetor Rp 15 miliar, tapi harus menanggung utang Rp 3,35 triliun atau US$ 239 juta ke Garuda.
BPK tidak ingin tagihan tersebut hanya untuk memperbesar penerimaan Garuda, tanpa kejelasaan ada penerimaan. Minimal Mahata harus menyediakan Bank Guarantee senilai pendapatan tersebut agar bisa dibuktikan sebagai pendapatan.
"Saya rasa sulit untuk dua-duanya mereka penuhi saat itu. Faktanya, selama 2018 atau selama periode perjanjian tidak ada alat (wifi) yang di pasang di pesawat. Bagaimana mungkin alat belum dipasang, penerimaan sudah diakui," jelasnya.
Menurut Achsanul, sebagai perusahaan publik, seharusnya Garuda tidak perlu "memoles" laporan keuangan agar terlihat mencetak laba yang dipaksakan dengan melakukan financial engineering.
Dia menegaskan bawah memang wajar bila Garuda masih merugi, namun jangan sampai manajemen melakukan hal yang konyol dengan menipu market.
Menurut Achsanul, BPK sempat mendatangi kantor Mahata untuk melakukan pemeriksaan dan memastikan kemampuan perusahaan tersebut untuk memenuhi kontrak.
"Mahata juga kami datangi kantornya dan tanyakan direksinya bagaimana perusahaan yang baru berdiri setahun bisa tanda tangan kerja sama tersebut," kata Achsanul.
Hasil akhir dari pemeriksaan tersebut BPK menyampaikan tiga rekomendasi atas laporan keuangan maskapai dengan kode saham GIAA tersebut, antara lain:
Pertama, menghentikan kerja sama dengan PT. Mahata Aero Technology. Perjanjian ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah standar akuntansi.
Kedua, Garuda harus melakukan restatement terhadap laporan keuangan 2018.
Ketiga, BPK memberikan surat kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN agar memberikan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit Laporan Keuangan Garuda 2018.
"Jangan sampai investor yang membeli saham Garuda merasa ditipu, karena ini tidak bagus," pungkasnya.
Manajemen sudah memenuhi sanksi yang diberikan yakni menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan 2018. Hasilnya, induk usaha Citilink Indonesia dan GMF Aeroasia ini mengalami kerugian US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article BPK Tengah Periksa Laporan Keuangan GIAA, What's Next?
Most Popular