
Ada 'Thomas Lembong Effect', IHSG Melejit 1,24%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 July 2019 16:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,29% pada perdagangan hari ini ke level 6.317,57, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar penguatannya seiring dengan berjalannya waktu.
Per akhir sesi II, IHSG menguat 1,24% ke level 6.377. IHSG sukses memutus rantai koreksi yang sudah terjadi dalam dua hari perdagangan sebelumnya.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,67%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,39%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,46%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,48%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,92%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,43%, indeks Shanghai menguat 0,39%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,14%, dan indeks Kospi bertambah 0,45%.
Kick off negosiasi dagang AS-China sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini hingga besok (31/7/2019), kedua negara akan menggelar negosiasi dagang di Shanghai.
Memang, ada aura negatif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang ini. Menteri keuangan AS Steven Mnuchin belum lama ini mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.
"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Kemudian pada hari Jumat (26/7/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa ada kemungkinan China tidak ingin meneken kesepakatan dagang hingga setelah pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2020. Hal ini dikarenakan China akan bisa menegosiasikan kesepakatan yang lebih menguntungkan pihaknya dengan presiden AS yang baru (dengan asumsi Trump kalah pada Pilpres 2020).
Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.
Namun, pelaku pasar tampak tetap optimistis bahwa negosiasi dagang kedua negara akan membuka jalan menuju kesepakatan dagang. Apalagi, Mnuchin juga optimistis bahwa kedua belah pihak akan menciptakan kemajuan dengan melakukan perundingan.
"Ekspektasi saya adalah ini (negosiasi dagang di China) akan dilanjutkan dengan negosiasi di Washington dan mudah-mudahan, kami akan terus menghasilkan kemajuan," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Diharapkan dengan adanya negosiasi dagang di Shanghai (yang kemudian bisa berlanjut ke Washington), setidaknya kedua negara bisa terus mempertahankan gencatan senjata di bidang perdagangan yang saat ini tengah berlaku. Gencatan senjata yang dimaksud adalah AS dan China tak akan lanjut mengenakan bea masuk baru bagi produk impor dari masing-masing negara.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Per akhir sesi II, IHSG menguat 1,24% ke level 6.377. IHSG sukses memutus rantai koreksi yang sudah terjadi dalam dua hari perdagangan sebelumnya.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,67%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,39%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,46%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,48%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,92%).
Kick off negosiasi dagang AS-China sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini hingga besok (31/7/2019), kedua negara akan menggelar negosiasi dagang di Shanghai.
Memang, ada aura negatif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang ini. Menteri keuangan AS Steven Mnuchin belum lama ini mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.
"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Kemudian pada hari Jumat (26/7/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa ada kemungkinan China tidak ingin meneken kesepakatan dagang hingga setelah pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2020. Hal ini dikarenakan China akan bisa menegosiasikan kesepakatan yang lebih menguntungkan pihaknya dengan presiden AS yang baru (dengan asumsi Trump kalah pada Pilpres 2020).
Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.
Namun, pelaku pasar tampak tetap optimistis bahwa negosiasi dagang kedua negara akan membuka jalan menuju kesepakatan dagang. Apalagi, Mnuchin juga optimistis bahwa kedua belah pihak akan menciptakan kemajuan dengan melakukan perundingan.
"Ekspektasi saya adalah ini (negosiasi dagang di China) akan dilanjutkan dengan negosiasi di Washington dan mudah-mudahan, kami akan terus menghasilkan kemajuan," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Diharapkan dengan adanya negosiasi dagang di Shanghai (yang kemudian bisa berlanjut ke Washington), setidaknya kedua negara bisa terus mempertahankan gencatan senjata di bidang perdagangan yang saat ini tengah berlaku. Gencatan senjata yang dimaksud adalah AS dan China tak akan lanjut mengenakan bea masuk baru bagi produk impor dari masing-masing negara.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Next Page
Thomas Lembong Effect
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular