Dihantui Perlambatan Ekonomi Global, Harga Batu Bara Lemas

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
29 July 2019 13:40
Harga batu bara acuan global Newcastle masih terus mendapat tekanan dari perlambatan ekonomi global.
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan global, Newcastle masih terus mendapat tekanan dari perlambatan ekonomi global.

Ditutup di level US$ 73,4/metrik ton pada perdagangan hari Jumat (26/7/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Agustus tercatat melemah hingga 3,36% dalam sepekan secara point-to-point.

Sementara sejak awal tahun 2019, harga batu bara Newcastle telah amblas hingga 25,14%.



Perlambatan ekonomi global masih menjadi beban yang tidak mampu dibendung pasar komoditas batu bara internasional.

Pekan lalu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 sebesar 0,1 persen poin menjadi 3,2%. Adapun ramalan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 juga dipangkas 0,1 persen poin menjadi 3,5%.

Pemangkasan tersebut utamanya dilakukan karena risiko ekonomi global yang meningkat akibat adanya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Sebagaimana yang telah diketahui, pada Mei 2019, Presiden AS, Donald Trump menaikkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). China membalas dengan penerapan tarif tambahan antara 5-25% atas produk made in USA senilai US$ 60 miliar.

Kala dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi saling hambat hubungan perdagangan, maka akibatnya akan dirasakan seluruh dunia. Rantai pasokan global akan melambat. Aktivitas industri pun ikut lesu.

Ujung-ujungnya, pertumbuhan permintaan energi, yang besar berasal dari batu bara ikut mengendur. Dalam hal ini, China memiliki peran yang sangat penting karena merupakan konsumen utama batu bara impor (seaborne).

Dalam laporan World Economic Outlook Update July 2019, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu tahun 2019 dan 2020 sebesar 0,1 persen poin menjadi masing-masing 6,2% dan 6%.

Jika benar pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi China hanya 6,2%, maka itu jauh lebih lambat dibanding tahun 2018 yang sebesar 6,6%. Itu juga akan menjadi yang paling lambat sejak 1990.

Kala perekonomian China melambat, maka permintaan batu bara impor bisa semakin lesu. Pasalnya, dari total batu bara yang diperdagangkan secara internasional tahun 2018, 22% di antaranya dikirim ke China, sementara 19% ke India. Parahnya lagi, saat ini China masih memberlakukan pembatasan impor batu bara.

Belum lama ini, S&P Global Platts mengabarkan bahwa pelabuhan Caofedian telah menghentikan proses pemeriksaan (custom clearance) untuk batu bara impor sejak hari Senin (15/7/2019).

Kabar tersebut disusul oleh langkah serupa yang diambil di pelabuhan lain seperti pelabuhan Guanzi dan Jiangtang di wilayah China selatan. Menurut sumber S&P, kebijakan tersebut diambil karena sepanjang semester I-2019, kuota impor batu bara China telah melampaui batas yang ditentukan pemerintah.

Sebagai informasi, sepanjang semester I-2019 China telah mengimpor batu bara (thermal dan metallurgical) sebanyak 154 juta metrik ton atau naik 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Padahal, kuota impor tahun 2019 tidak boleh melebihi tahun 2018 yang sebesar 280,8 juta ton. Akibatnya untuk sementara waktu aktivitas impor batu bara China masih akan terhambat.

"Sulit untuk mengimpor batu bara sekarang, saya pikir harga batu bara impor akan terus melemah karena ketidakpastian kebijakan," ujar salah satu pelaku pasar di Singapura, dikutip dari S&P, Kamis (18/7/2019).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular